Senin, 19 Januari 2015

SEMBILAN PEMBAWA CINCIN (The Fellowship of the Ring)bag6

    "Cahaya, cahaya Matahari dan Bulan, masih ditakuti dan dibencinya, dan akan begitu selamanya, kukira; tapi dia cerdik. Dia menemukan bahwa dia bisa bersembunyi dari cahaya siang dan cahaya bulan, berjalan cepat dan tak terdengar di larut malam dengan matanya yang dingin dan pucat, dan bisa menangkap makhluk-makhluk kecil yang tidak waspada. Dia semakin kuat dan berani dengan makanan dan udara baru. Dia berhasil masuk ke Mirkwood, sebagaimana bisa did uga."
   "Di sanakah kau bertemu dengannya?" tanya Frodo.
   "Aku melihatnya di sana," jawab Gandalf, "tapi sebelum itu dia sudah mengembara jauh sekali, mengikuti jejak Bilbo. Sulit sekali memperoleh informasi pasti darinya, karena pembicaraannya selalu dipotong oleh makian dan ancaman. 'Ada apa di dalam saku bajunya?' katanya. 'Dia tidak man bilang, heh, Sayang? Penipu kecil. Bukan pertanyaan yang adil. Dia lebih dulu menipu, benar. Dia melanggar aturan. Seharusnya kita mencekiknya, ya, Sayang. Dan kita akan mencekiknya, Sayang!'
   "Itu contoh omongannya. Kurasa kau tidak bakal mau mendengar lebih dari itu. Aku sangat letih mendengarnya. Tapi dari celotehan-celotehan yang dikeluarkannya di antara geramannya, aku menyimpulkan bahwa dia sudah pergi ke Esgaroth, dan bahkan ke jalan-jalan di Dale, mendengarkan diam-diam dan mengintip. Well, berita tentang peristiwa-peristiwa besar menyebar jauh dan luas di Belantara, banyak yang sudah mendengar nama Bilbo dan tahu dari mana asalnya. Kami tidak merahasiakan perjalanan pulang kami ke rumahnya di Barat. Dengan telinganya yang tajam, Gollum akan segera mendapatkan keterangan yang diinginkannya."
   "Kalau begitu, kenapa dia tidak meneruskan mengikuti jejak Bilbo?" tanya Frodo. "Kenapa dia tidak datang ke Shire?"
   "Ah," kata Gandalf, "ini dia. Kukira Gollum berusaha. Dia pergi dan datang ke arah barat, sejauh Sungai Besar. Tapi kemudian dia menyimpang. Aku yakin dia bukannya enggan menempuh jarak jauh. Bukan, ada hal lain yang menariknya pergi. Begitulah menurut teman-temanku, mereka yang memburu Gollum untukku.
   "Para Peri Hutan yang pertama menemukan jejaknya; pekerjaan mudah bagi mereka, karena saat itu jejaknya masih segar. Melalui Mirkwood dan kembali lagi, meski mereka tak pernah berhasil menangkapnya. Hutan penuh dengan berita tentang dia, kisah-kisah mengerikan bahkan di antara para binatang dan burung. Para penghuni hutan mengatakan ada teror baru di luar sana, hantu yang minum darah. Memanjat pohon untuk mencari sarang-sarang; merangkak ke dalam lubang-lubang untuk mencari anak-anak binatang; dia menyelinap melalui jendela-jendela untuk mencari keranjang bayi.
   "Tetapi di perbatasan barat Mirkwood jejaknya menyimpang ke arah lain. Jejaknya mengembara ke arah selatan, keluar dari penglihatan para Peri Hutan, dan lenyap. Lalu aku membuat kesalahan besar. Ya, Frodo, dan bukan yang pertama, meski aku khawatir mungkin akan terbukti sebagai yang paling berat. Aku membiarkannya. Aku membiarkan dia pergi; karena masih banyak hal lain yang harus kupikirkan saat itu, dan aku masih merppercayai pengetahuan Saruman.
   "Yah, itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Aku sudah membayarnya sejak itu, dengan banyak hari-hari gelap dan berbahaya. Jejaknya sudah dingin ketika aku mulai mengikutinya lagi, setelah Bilbo pergi dari sini. Dan pencarianku pasti akan sia-sia, kalau bukan karena bantuan seorang sahabat: Aragorn, pengembara dan pemburu terbesar abad ini di dunia. Bersama-sama kami mencari Gollum di seantero Belantara, tanpa harapan, dan tanpa hasil. Tapi akhirnya, ketika aku sudah menghentikan perburuan dan pergi ke wilayah lain, Gollum ditemukan. Sahabatku datang kembali dari bahaya besar, sambil membawa makhluk menyedihkan itu bersamanya.
   "Apa yang sudah dilakukannya, dia tak mau bilang. Dia hanya menangis dan menyebut kami kejam, dengan banyak gollum di tenggorokannya; ketika kami mendesaknya, dia merengek dan membungkuk, dan menggosok tangannya yang panjang, menjilati jemarinya seolah terasa pedih, seakan-akan dia ingat suatu siksaan lama. Tapi aku tak punya keraguan lagi: dia sudah berjalan perlahan-lahan, selangkah demi selangkah, mil demi mil, ke selatan, dan akhirnya tiba di Negeri Mordor."

Keheningan yang terasa menekan menyelimuti ruangan itu. Frodo bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Bahkan di luar segalanya terasa sunyi. Tak terdengar lagi bunyi gunting Sam.
   "Ya, ke Mordor," kata Gandalf. "Aduh! Mordor menarik semua hal yang keji, dan Kekuasaan Gelap mengerahkan kemampuannya untuk mengumpulkan mereka semua di sana. Cincin Musuh juga akan meninggalkan jejaknya, membuatnya terbuka untuk panggilan itu. Dan semua orang berbisik tentang Bayangan baru di Selatan, serta kebenciannya kepada Barat. Di sanalah teman-temannya yang baru, yang akan membantunya membalas dendam!
   "Si tolol yang menyedihkan! Di negeri itu dia belajar terlalu banyak, terlalu banyak hingga membuatnya merasa tak nyaman. Dan cepat atau lambat, saat dia bersembunyi dan mengintai di perbatasan, dia akan tertangkap dan dibawa untuk penyelidikan. Begitulah jalannya, kukira. Ketika ditemukan, dia sudah lama berada di sana, dan sedang dalam perjalanan kembali. Untuk melakukan suatu mat jahat. Tapi itu sudah tidak penting sekarang. Kejahatan paling berat sudah dilakukannya.
   "Ya, sayang sekali! Melalui dia, Musuh jadi tahu bahwa Cincin Utama sudah ditemukan lagi. Dia tahu di mana Isildur jatuh. Dia tahu di mana Gollum menemukan cincinnya. Dia tahu bahwa itulah Cincin Agung, karena dia memberikan umur panjang. Dia tahu itu bukan salah satu dari Tiga Cincin, karena mereka tak pernah hilang, dan mereka tidak tahan terhadap kejahatan. Dia tahu itu bukan salah satu dari Tujuh atau Sembilan cincin lainnya, karena keberadaan mereka diketahui. Dia tahu inilah Cincin Utama. Dan kurasa begitulah akhirnya dia mendengar tentang hobbit dan Shire.
   "Shire-mungkin dia sedang mencarinya sekarang, kecuali kalau dia sudah menemukan letaknya. Bahkan, Frodo, aku cemas kalau-kalau dia sekarang menganggap penting nama Baggins yang semula tidak diperhatikannya."
   "Mengerikan sekali!" seru Frodo. "Jauh lebih mengerikan daripada bayanganku yang paling buruk, setelah mendengar petunjuk dan peringatan-peringatanmu. Oh, Gandalf, sahabatku yang terbaik, apa yang harus kulakukan? Karena sekarang aku benar-benar takut. Apa yang harus kulakukan? Sayang sekali Bilbo tidak menusuk makhluk menjijikkan itu, ketika ada kesempatan!"
   "Sayang? Perasaan Welas Asih-lah yang menahan tangannya. Perasaan Welas Asih dan Pengampunan: untuk tidak memukul bila tak perlu. Dan dia mendapatkan balasan yang pantas, Frodo. Percayalah, dia hanya sedikit menderita oleh kejahatan itu, dan akhirnya dia lolos, karena dia memulai kepemilikannya atas cincin itu dengan Rasa Welas Asih."
   "Aku menyesal," kata Frodo. "Tapi aku ketakutan; dan aku tidak merasa kasihan sedikit pun pada Gollum."
   "Kau belum melihatnya," sela Gandalf.
   "Tidak, dan aku tak ingin," kata Frodo. "Aku tidak mengerti. Apa maksudmu bahwa kau dan kaum Peri membiarkan dia tetap hidup setelah semua tindakannya yang mengerikan itu? Boleh dibilang dia sama jahatnya dengan kaum Orc, dan dia seorang musuh. Dia pantas mati."
   "Pantas mati! Menurutku memang begitu. Banyak yang hidup sepantasnya mail. Dan beberapa yang mati sepantasnya tetap hidup. Apa kau bisa memberikan kehidupan pada mereka? Jadi, jangan terlalu bersemangat memberi penilaian. Karena bahkan kaum Bijak tak bisa tahu semua tujuan akhir. Aku tidak menaruh harapan besar bahwa Gollum bisa disembuhkan sebelum dia mati, tapi kemungkinan itu ada. Dan dia terkait erat dengan nasib Cincin ini. Hatiku mengatakan dia masih akan memainkan peranan, entah untuk kebaikan atau kejahatan, sebelum kisah ini berakhir; dan kalau akhir itu sudah tiba, perasaan welas asih Bilbo mungkin akan menentukan nasib banyak pihak-termasuk nasibmu. Yang jelas, kami tidak membunuh Gollum. Dia sudah sangat tua dan -sangat sengsara. Para Peri Hutan memenjarakannya, tapi mereka memperlakukannya seramah mungkin."
   "Bagaimanapun," kata Frodo, "meski Bilbo tak sampai hati membunuh Gollum, mestinya dia tidak mengambil Cincin itu. Mestinya dia tak pernah menemukan cincin itu, dan mestinya aku tidak memperolehnya! Kenapa kaubiarkan aku menyimpannya? Kenapa kau tidak menyuruhku membuangnya, atau... atau menghancurkannya?"
   "Membiarkanmu? Menyuruhmu?" kata penyihir itu. "Apa kau tidak mendengarkan kata-kataku tadi? Apa yang ada dalam pikiranmu tidak sama dengan apa yang kauucapkan. Tentang masalah membuangnya, itu jelas salah. Cincin-Cincin ini punya cara ampuh untuk ditemukan. Di tangan yang jahat, dia bisa sangat berbahaya. Paling buruk, dia mungkin jatuh ke tangan Musuh. Dan itu akan terjadi; karena ini Cincin Utama, dan Musuh sedang memakai seluruh kekuatannya untuk menemukan Cincin ini-, atau menariknya kepadanya.
   "Memang cincin ini sangat berbahaya bagimu, Frodo; dan itu sangat menyusahkan hatiku. Tapi begitu banyak yang dipertaruhkan, sehingga aku harus mengambil risiko—meski begitu, ketika aku sedang pergi jauh, selalu ada mata-mata yang waspada untuk menjaga Shire ini. Selama kau tidak memakainya, kupikir Cincin ini tidak akan mempunyai pengaruh kuat atas dirimu, tidak untuk kejahatan, setidaknya untuk waktu lama. Dan kau perlu ingat bahwa sembilan tahun yang lalu, ketika terakhir aku melihatmu, aku baru tahu sedikit sekali dengan jelas."
   "Tapi mengapa tidak menghancurkannya? Katamu seharusnya cincin ini sudah lama dihancurkan!" seru Frodo lagi. "Seandainya kau memperingatkanku, atau mengirimkan pesan, aku pasti sudah membuangnya."
   "Betulkah? Bagaimana kau akan melakukan itu? Apa kau sudah pernah mencoba?"
   "Belum. Tapi kupikir kita bisa memukulnya dengan palu, atau meleburnya."
   "Coba saja!" kata Gandalf. "Cobalah sekarang!"

Frodo mengeluarkan lagi Cincin itu dari saku celananya dan memandangnya. Sekarang benda itu tampak polos dan licin, tanpa tanda atau apa pun yang terlihat. Emasnya kelihatan sangat indah dan murni, dan di mata Frodo warnanya begitu kaya dan indah, dan betapa sempurna lingkarannya. Benda mengagumkan yang sangat berharga. Tadi, ketika mengeluarkannya, ia berniat melemparkannya ke dalam bagian api yang paling panas. Tapi sekarang ia sadar bahwa ia tak bisa melakukannya, tidak tanpa perjuangan  HYPERLINK http://berat.la berat. Ia menimbang-nimbang Cincin aku di tangannya, bimbang, dan memaksa dirinya mengingat semua yang diceritakan Gandalf; dengan kemauan keras ia bergerak, seolah hendak melemparkannya—tapi ia menyadari bahwa ia justru memasukkan cincin aku kembali ke sakunya.
   Gandalf tertawa sedih. "Kaulihat? Kau juga sudah tak bisa melepaskannya begitu saja, Frodo, dan tak punya kemauan untuk menghancurkannya. Dan aku tak bisa 'menyuruhmu'—kecuali dengan paksaan, yang akan mematahkan pikiranmu. Tapi untuk mematahkan Cincin itu tidak bisa dengan kekuatan fisik. Sekalipun kau mengambilnya dan memukulnya dengan palu godam, takkan ada cacatnya. Cincin itu tak bisa dirusak oleh tanganmu, maupun tanganku.
   "Apimu yang kecil tentu saja tak bisa melebur emas biasa sekalipun. Cincin ini sudah melewatinya tanpa cedera, bahkan tidak sampai panas. Tapi tak ada bengkel pandai besi di Shire yang bisa mengubahnya. Bahkan landasan dan tungku para Kurcaci pun tak bisa. Konon hanya api naga yang bisa melebur dan melahap Cincin-Cincin Kekuasaan ini, tapi kini sudah tidak ada naga di dunia yang mempunyai api cukup panas; dan belum pernah ada naga, tidak juga Ancalagon si Hitam, yang bisa mencederai Cincin Utama, Cincin Penguasa ini, karena dia dibuat oleh Sauron sendiri.
   "Hanya ada satu cara: menemukan Celah Ajal di kedalaman Orodruin, Gunung Api, dan melemparkan Cincin aku ke dalamnya, kalau benar-benar mau dihancurkan, agar dia berada di luar jangkauan Musuh untuk selamanya."
   "Aku benar-benar ingin menghancurkannya!" seru Frodo. "Atau, yah, menyuruh menghancurkannya. Aku tidak cocok untuk pencarian berbahaya. Seandainya aku tak pernah melihat Cincin ini! Mengapa dia datang padaku? Mengapa aku yang dipilih?"
   "Pertanyaan seperti itu tak bisa dijawab," kata Gandalf. "Kau harus yakin itu bukan karena suatu kelebihan yang tidak dipunyai orang lain: bukan karena kekuatan atau kebijakan, setidaknya. Tapi karena kau sudah dipilih, dan karenanya kau harus menggunakan kekuatan dan kecerdasan yang kaumiliki."
   "Tapi aku hanya punya sedikit sekali dari keduanya! Kau bijaksana dan kuat. Apa kau tidak man mengambil Cincin ini?"
   "Tidak!" sent Gandalf, sambil melompat berdiri. "Dengan kekuatan itu, kekuasaanku bakal terlalu besar dan mengerikan. Dan melalui aku, Cincin itu akan memperoleh kekuatan lebih besar dan lebih mematikan." Mata Gandalf berkilat-kilat dan wajahnya bercahaya, seolah ada api memancar dari dalam dirinya. "Jangan menggodaku! Karena aku tak ingin jadi seperti Penguasa Kegelapan. Walau Cincin itu memasuki hatiku melalui jalan welas asih, welas asih kepada kelemahan dan hasrat kekuatan untuk melakukan kebajikan. Jangan goda aku! Aku tak berani mengambilnya, walau untuk mengamankannya sekalipun; tanpa menggunakannya. Hasrat untuk menggunakannya akan terlalu besar untuk kulawan. Padahal aku membutuhkan seluruh kekuatanku, karena banyak bahaya di depanku."
   Gandalf berjalan ke jendela, menyibakkan tirai-tirai dan penutup Jendela. Cahaya matahari mengalir kembali ke dalam ruangan. Sam melewati jalan setapak di luar sambil bersiul. "Dan kini," kata penyihir itu, berbicara lagi kepada Frodo, "keputusan ada di tanganmu. Tapi aku akan selalu membantumu." Ia meletakkan tangannya di bahu Frodo. "Aku akan membantumu menanggung beban ini, selama dia menjadi bebanmu. Tapi kita harus segera bertindak. Musuh sudah mulai bergerak."

Ada keheningan lama sekali. Gandalf duduk kembali dan mengisap pipanya, seolah termenung. Matanya seakan terpejam, tapi dari bawah kelopak matanya ia memperhatikan Frodo dengan tajam. Frodo terpaku menatap bara api di pendiangan, sampai pemandangan itu memenuhi seluruh pandangannya, dan ia seolah sedang melihat ke dalam sumur api yang  HYPERLINK http://dalam.la dalam. Ia sedang memikirkan Celah Ajal dan kengerian Gunung Api.
   "Well!" kata Gandalf akhirnya. "Apa yang kaupikirkan? Apa kau sudah memutuskan akan berbuat apa?"
   "Belum!" jawab Frodo, tersadar kembali dari kegelapan; dengan kaget ia menyadari bahwa hari belum gelap, dan dari jendela ia bisa melihat kebun yang disinari cahaya matahari. "Atau mungkin, sudah. Sejauh yang kupahami dari ucapanmu, kurasa aku harus menyimpan Cincin ini dan menjaganya, setidaknya untuk sementara, apa pun pengaruhnya padaku."
   "Apa pun pengaruhnya, akan berjalan lambat, lambat ke arah kejahatan, kalau kau menyimpannya dengan niat seperti itu," kata Gandalf.
   "Mudah-mudahan begitu," kata Frodo. "Tapi kuharap kau bisa segera menemukan penjaga lain yang lebih baik. Sementara itu, kelihatannya aku merupakan bahaya, bahaya bagi semua yang hidup di dekatku. Aku tak bisa menyimpan Cincin itu dan tetap tinggal di sini. Seharusnya aku meninggalkan Bag End, meninggalkan Shire, meninggalkan semuanya dan pergi," Frodo mengeluh.
   "Aku ingin menyelamatkan Shire ini, kalau bisa-meski kadang-kadang kupikir penduduknya terlalu bodoh dan menjemukan, dan mungkin bagus juga kalau mereka kena gempa bumi atau diserang naga-naga. Tapi sekarang aku tidak merasa seperti itu. Aku menyadari bahwa selama Shire kutinggal dalam keadaan aman dan nyaman, aku akan merasa lebih senang dalam pengembaraanku: aku tahu bahwa ada pertahanan kuat, meski kakiku tidak menginjak Shire lagi.
   "Tentu saja, kadang-kadang terpikir olehku untuk pergi, tapi kubayangkan kepergianku seperti semacam liburan, serangkaian petualangan seperti pengembaraan Bilbo, atau bahkan lebih bagus, yang berakhir dengan tenteram. Tapi itu akan berarti pengucilan, pelarian dari satu bahaya ke dalam bahaya lainnya, menarik bahaya menguntitku. Dan aku harus pergi sendirian, kalau ingin menyelamatkan Shire. Tapi aku merasa sangat kecil dan terasing, dan yah... putus asa. Musuh sangat kuat dan mengerikan."
   Frodo tidak mengatakannya pada Gandalf, tapi sementara ia berbicara, suatu hasrat besar untuk mengikuti Bilbo menyala dalam hatinya-untuk mengikuti Bilbo, dan bahkan mungkin menemuinya lagi. Hasrat itu begitu kuat, sampai-sampai mengalahkan ketakutannya: hampir saja ia lari keluar saat itu juga, melintasi jalan tanpa mengenakan topi, seperti pernah dilakukan Bilbo di suatu pagi lama berselang.
   "Frodo-ku yang baik!" seru Gandalf. "Hobbit benar-benar makhluk yang mengherankan, seperti sudah kukatakan sebelumnya. Kita bisa belajar segala sesuatu tentang watak dan adat-istiadat mereka dalam sebulan, tapi setelah seratus tahun pun mereka masih bisa memberi kejutan. Aku tidak berharap mendapat jawaban seperti itu, tidak juga darimu. Rupanya Bilbo tidak salah memilih ahli waris, meski dia tidak tahu betapa pentingnya hal ini. Aku khawatir kau benar. Cincin itu tak bisa tetap disembunyikan lebih lama lagi di Shire; demi keselamatanmu sendiri, dan juga yang lain, kau harus pergi dan menanggalkan nama Baggins. Nama itu tidak akan aman untuk dimiliki, di luar Shire atau di wilayah Belantara. Aku akan memberimu nama pengembaraan. Kalau kau pergi, pergilah dengan nama Mr. Underhill.
   "Tapi menurutku kau tidak harus pergi sendirian. Tidak bila kau kenal seseorang yang bisa kaupercayai, yang bersedia menemanimu dan yang mau kaubawa ke dalam bahaya tak dikenal. Tapi hati-hatilah memilih pendamping! Dan hati-hatilah dengan ucapanmu, meski pada sahabat-sahabat terdekat! Musuh mempunyai banyak mata-mata dan banyak cara untuk menguping."
   Mendadak Gandalf berhenti, seolah mendengarkan. Frodo sadar bahwa di dalam maupun.di luar rumah sangat hening. Gandalf merangkak ke salah satu sisi jendela, lalu ia meloncat ke arah kusen dan mengulurkan tangannya yang panjang ke luar, ke bawah. Terdengar pekikan, dan kepala Sam Gamgee muncul ditarik pada sebelah telinganya.
   "Wah, wah, siapa sangka?" kata Gandalf. "Sam Gamgee rupanya? Sedang apa kau di situ?"
   "Aduh, Mr. Gandalf, Sir!" kata Sam. "Tidak! Aku hanya sedang memangkas batas rumput di bawah jendela, sungguh." Ia memungut guntingnya sebagai bukti.
   "Masa!" kata Gandalf keras. "Rasanya sudah cukup lama bunyi guntingmu tidak kedengaran. Sudah berapa lama kau menguping?"
   "Menguping, Sir? Aku tidak paham, maaf. Tidak ada kuping di Bag End, sungguh."
   "Jangan bodoh! Apa yang kaudengar, dan kenapa kau mendengarkan?" Mata Gandalf bersinar-sinar dan alisnya berdiri bagai sikat.
   "Mr. Frodo, Sir!" kuak Sam. "Jangan biarkan dia menyakiti aku, Sir! Jangan biarkan dia mengubahku menjadi sesuatu yang tidak wajar! Ayahku yang tua akan sangat sedih. Aku tidak bermaksud jahat, aku bersumpah, Sir!"
   "Dia tidak akan menyakitimu," kata Frodo, hampir tak bisa menahan tawanya, meski ia sendiri terkejut dan agak heran. "Dia tahu, seperti halnya aku, bahwa kau tidak bermaksud jahat. Tapi segeralah jawab pertanyaannya!"
   "Yah, Sir," kata Sam sambil agak menggigil. "Aku mendengar banyak hal yang tidak kupahami betul, tentang musuh, dan cincin, dan Mr. Bilbo, Sir, dan naga-naga, gunung api, dan... dan kaum Peri, Sir. Aku mendengarkan tanpa sengaja, mudah-mudahan Anda paham. Sungguh, Sir, aku suka sekali dongeng-dongeng semacam itu. Dan '; aku percaya itu, meski apa pun yang dikatakan Ted. Kaum Peri, Sir! Aku sangat ingin melihat mereka. Apa Anda bisa membawaku melihat mereka, Sir, kalau Anda pergi?"
   Mendadak Gandalf tertawa. "Masuklah!" ia berteriak; lalu ia mengulurkan-ulurkan kedua tangannya dan mengangkat Sam yang tercengang, dengan gunting dan pemotong rumputnya sekalian, melalui jendela dan meletakkannya berdiri di lantai. "Membawamu untuk melihat Peri, ya?" katanya, menatap Sam dengan tajam, tapi dengan senyuman bergetar pada wajahnya. "Jadi, kau mendengar Mr. Frodo akan pergi?"
   "Aku dengar, Sir. Itu sebabnya aku tersedak: rupanya Anda mendengar itu. Aku berusaha tidak begitu, Sir, tapi tak sengaja keluar: aku resah sekali."
   "Memang terpaksa, Sam," kata Frodo sedih. Mendadak ia menyadari bahwa kepergiannya dari Shire menyangkut banyak perpisahan menyakitkan, bukan sekadar berpamitan dengan kenyamanan Bag End yang sudah akrab. "Aku terpaksa pergi. Tapi"—dan ia menatap San, dengan tajam—"kalau kau benar-benar peduli padaku, kau akan merahasiakannya. Paham? Kalau tidak, kalau kau membocorkan sedikit saja apa yang kaudengar tadi, kuharap Gandalf mengubahmu menjadi kodok berbintik dan mengisi seluruh kebun dengan ular."
   Sam bertekuk lutut sambil gemetar. "Bangkit, Sam!" kata Gandalf. "Aku sudah memikirkan sesuatu yang lebih baik daripada itu. Sesuatu untuk menutup mulutmu dan menghukummu karena menguping. Kau akan pergi bersama Mr. Frodo!"
   "Aku, Sir!" teriak Sam, melompat-lompat seperti anjing yang diajak jalan-jalan. "Aku pergi melihat Peri dan sebagainya! Hore!" ia berteriak, lalu tangisnya meledak.

BAB 3
TIGA MENJADI ROMBONGAN

"Kau harus pergi diam-diam, dengan segera," kata Gandalf. Sudah dua atau tiga minggu berlalu, dan Frodo masih belum menunjukkan tanda-tanda akan pergi.
   "Aku tahu. Tapi sangat sulit melakukan keduanya," keluhnya. "Kalau aku menghilang seperti Bilbo, kisah itu akan menyebar sangat cepat di seluruh Shire."
   "Tentu saja kau jangan menghilang!" kata Gandalf. "Itu sama sekali tidak baik! Aku tadi bilang segera, bukan dalam sekejap. Kalau kau bisa menemukan cara untuk menyelinap keluar dari Shire tanpa diketahui secara luas, maka bolehlah kau menunda sebentar. Tapi jangan menunda terlalu lama."
   "Bagaimana kalau musim gugur, pada atau setelah Ulang Tahun kami?" tanya Frodo. "Mungkin aku sudah siap saat itu."
   Sejujurnya, Frodo enggan berangkat, setelah tiba saatnya kini. Bag End terasa jauh lebih nyaman daripada yang dirasakannya selama bertahun-tahun ini, dan ia ingin mengecap sebanyak mungkin musim panasnya yang terakhir di Shire. Saat musim gugur datang, ia tahu bahwa sebagian hatinya setidaknya akan lebih siap mengembara, seperti selalu terjadi di musim itu. Bahkan dalam hati ia sudah memutuskan akan pergi pada ulang tahunnya yang kelima puluh: bersamaan dengan ulang tahun Bilbo yang keseratus dua puluh delapan. Rasanya itu hari yang pantas untuk berangkat mengikutinya. Yang utama dalam benak Frodo adalah mengikuti Bilbo; itu satu-satunya yang membuat pikiran untuk meninggalkan Shire bisa  HYPERLINK http://ditanggungnya.la ditanggungnya. Ia berpikir sesedikit mungkin tentang Cincin itu, dan ke mana benda itu akan menuntunnya. Tapi tidak semua pikirannya ia ceritakan pada Gandalf. Sulit menebak apa yang diduga oleh penyihir itu.
   Gandalf memandang Frodo dan tersenyum. "Baiklah," katanya. "Kurasa itu cukup—tapi jangan lebih lama lagi. Aku sudah sangat cemas. Sementara itu, berhati-hatilah, dan jangan sampai membocorkan satu petunjuk pun ke mana kau akan pergi! Dan awasi Sam Gamgee agar dia tidak berbicara. Kalau sampai dia buka mulut, aku benar-benar akan mengubahnya menjadi kodok."
   "Tentang ke mana aku pergi," kata Frodo, "ihl akan sulit dibocorkan, karena aku sendiri belum punya rencana jelas."
   "Jangan bodoh begitu!" kata Gandalf. "Aku bukan memperingatkanmu agar tidak meninggalkan alamat di kantor pos! Tapi kau akan meninggalkan Shire-dan itu sebaiknya tidak diketahui, sampai kau sudah jauh. Dan kau harus pergi, atau setidaknya berangkat, entah ke Utara, Selatan, Barat, atau Timur dan arah itu benar-benar tidak boleh ketahuan."
   "Aku sudah began asyik memikirkan akan meninggalkan Bag End, dan tentang berpamitan, sampai-sampai aku tidak mempertimbangkan arah kepergianku," kata Frodo. "Sebab ke mana aku harus pergi? Dan berdasarkan apa aku harus menentukan arah? Apa yang harus kucari? Bilbo pergi untuk menemukan harta, lalu kembali; tapi aku pergi untuk membuang sebuah harta, dan tidak kembali, sejauh yang bisa kupahami."
   "Tapi kau tidak tahu apa yang bakal terjadi," kata Gandalf. "Begitu pula aku. Mungkin saja tugasmulah untuk menemukan Celah Ajal itu; tapi pencarian itu bisa juga untuk orang lain: aku tidak tahu. Setidaknya kau belum siap untuk jalan panjang itu."
   "Memang belum!" kata Frodo. "Tapi, sementara itu, arah mana yang harus kuambil?"
   "Menuju bahaya; tapi jangan gegabah, maupun terlalu langsung," jawab sang penyihir. "Kalau kau ingin nasihatku, pergilah ke Rivendell. Perjalanan itu tidak akan terlalu berbahaya, meski Jalan ke sana tidak semudah dulu, dan akan semakin buruk pada penghujung tahun."
   "Rivendell!" kata Frodo. "Baiklah: aku akan ke timur, dan aku akan menuju Rivendell. Aku akan membawa Sam untuk melihat para Peri; dia pasti senang sekali." Frodo berbicara dengan ringan, tapi hatinya tiba-tiba tergerak oleh hasrat besar untuk melihat rumah Elrond Halfelven, dan menghirup udara lembah dalam itu, di mana banyak bangsa Peri masih hidup dalam damai.

Suatu senja di musim panas, sebuah berita mengejutkan sampai di Semak Ivy dan Naga Hijau. Raksasa-raksasa dan tanda-tanda lain di Perbatasan Shire dilupakan untuk hal-hal yang lebih penting: Mr. Frodo akan menjual Bag End, bahkan ia sudah menjualnya—pada keluarga Sackville-Baggins!
   "Dengan harga pantas pula," kata beberapa orang. "Dengan harga murah sekali," kata yang lain, "dan itu mungkin sekali kalau pembelinya Mistress Lobelia." (Otho sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, pada usia 102 yang matang tapi penuh kekecewaan.)
   Alasan Mr. Frodo menjual Bag End bahkan lebih banyak menimbulkan perdebatan daripada soal harganya. Beberapa memegang —didukung oleh anggukan dan gelagat tersamar dari Mr. Baggins sendiri—bahwa uang Frodo mulai habis: ia akan meninggalkan Hobbiton dan hidup sederhana dengan hasil penjualan rumahnya, di Buckland, di tengah saudara-saudaranya dan keluarga Brandybuck. "Sejauh mungkin dari keluarga Sackville-Baggins," tambah beberapa orang. Tetapi gagasan tentang kekayaan tak terhingga keluarga Baggins dari Bag End sudah begitu berakar, sehingga kebanyakan orang sulit mempercayai hal ini, lebih sulit daripada alasan atau bukan alasan yang bisa ditawarkan khayalan mereka: kebanyakan orang menganggap itu merupakan petunjuk tentang rencana terselubung Gandalf. Meski Gandalf diam-diam saja dan tidak berkeliaran di siang hari, umum sudah tahu bahwa ia sedang "bersembunyi di Bag End". Tapi entah apa pun kaitan kepindahan ini dengan rencana-rencana sihir Gandalf, satu hal sudah jelas: Frodo Baggins akan kembali ke Buckland.
   "Ya, aku akan pindah musim gugur ini," kata Frodo. "Merry Brandybuck sedang mencarikan lubang kecil yang nyaman untukku, atau mungkin sebuah rumah kecil."
   Sebenarnya dengan bantuan Merry ia sudah memilih dan membeli sebuah rumah kecil di Crickhollow, di daerah luar Bucklebury. Pada semua orang, kecuali Sam, ia berpura-pura akan tinggal di sana untuk seterusnya. Keputusan untuk pergi ke timur telah menimbulkan gagasan tersebut; karena Buckland ada di perbatasan timur Shire, dan karena semasa kanak-kanak ia tinggal di sana, tidak akan terlalu mencurigakan seandainya ia mengatakan akan kembali ke sana.

Gandalf tinggal di Shire selama lebih dari dua bulan. Lalu suatu sore, di akhir Juni, segera setelah rencana Frodo diatur, mendadak ia mengumumkan bahwa ia akan pergi lagi pagi berikutnya. "Hanya sebentar, kuharap," katanya. "Tapi aku akan keluar dari perbatasan selatan untuk mencari berita, kalau bisa. Aku sudah terlalu lama memangur.”
   Ia berbicara dengan ringan, tapi menurut Frodo ia kelihatan agak cemas. "Ada sesuatu?" tanyanya.
   "Tidak; tapi aku mendengar sesuatu yang membuatku cemas dan perlu diselidiki. Kalau aku merasa kau perlu segera berangkat, aku akan cepat-cepat kembali, atau setidaknya mengirimkan pesan. Sementara itu, tetaplah pada rencanamu; tapi tingkatkan kewaspadaanmu, terutama dengan Cincin itu. Aku ingin menekankan sekali lagi: jangan gunakan!"'
   Gandalf pergi saat fajar. "Aku akan kembali sewaktu-waktu," katanya. "Paling lambat aku akan kembali untuk pesta perpisahanmu. Kupikir mungkin kau akan membutuhkan aku untuk mendampingimu di Jalan."
   Mulanya Frodo resah sekali, dan sering bertanya dalam hati, apa yang sudah didengar Gandalf; tapi kemudian kegelisahannya mereda, dan cuaca bagus membuat ia lupa sejenak akan kesulitannya. Shire belum pernah mengalami musim panas begitu indah, atau musim gugur yang begitu kaya: pohon-pohon sarat buah-buahan, madu menetes dari sarang lebah, dan tanaman jagung tinggi dan penuh.
   Musim gugur sudah berlangsung lama ketika Frodo mulai cemas lagi tentang Gandalf. September sedang berlalu, dan masih belum ada berita darinya. Hari Ulang Tahun dan kepindahannya semakin dekat, dan Gandalf belum datang juga, atau mengirimkan pesan. Bag End mulai sibuk. Beberapa sahabat Frodo datang untuk tin-gal dan membantunya mengepak barang-barang: ada Fredegar Bolger dan Folco Boffin, dan tentu sahabat-sahabat dekatnya Pippin Took dan Merry Brandybuck. Bersama-sama mereka memporak-porandakan seluruh rumah itu.
   Tanggal 20 September, dua kereta tertutup penuh muatan berangkat ke Buckland, mengantar perabot dan barang-barang yang tidak dijual oleh Frodo, ke rumahnya yang baru. Hari berikutnya Frodo benar-benar cemas, dan terus-menerus menunggu Gandalf. Kamis, pagi hari Ulang tahunnya, merekah dengan jernih dan indah seperti lama berselang, pada pesta besar Bilbo. Gandalf belum juga muncul. Senja hari itu Frodo mengadakan pesta perpisahannya: sederhana sekali, hanya makan malam untuk dirinya sendiri beserta keempat sahabatnya; tapi ia gelisah dan suasana hatinya tidak mendukung. Hatinya sangat susah, karena ia harus segera berpisah dengan sahabat-sahabat  HYPERLINK http://muda-nYa.la muda-nya. Ia bertanya-tanya bagaimana harus memberitahu mereka.
   Namun keempat hobbit muda itu gembira sekali, dan pesta itu segera terasa meriah, meski Gandalf tidak hadir. Ruang makan kosong, hanya ada satu meja dan kursi-kursi, tapi hidangannya lezat, dan ada anggur bagus: anggur Frodo tidak termasuk barang yang dijual pada keluarga Sackville-Baggins.
   "Apa pun yang terjadi dengan sisa barang-barangku, bila keluarga S.-Bs. sudah mencengkeramnya, setidaknya aku sudah menemukan rumah yang bagus untuk ini!" kata Frodo sambil mengosongkan gelasnya. Tetes terakhir Old Winyards.
   Setelah menyanyikan banyak lagu, dan membahas banyak hat yang pernah mereka lakukan bersama, mereka bersulang untuk ulang tahun Bilbo, dan minum demi kesehatannya dan kesehatan Frodo, menurut kebiasaan Frodo. Lalu mereka keluar untuk menghirup udara segar dan melihat bintang-bintang, dan setelah itu pergi tidur. Pesta Frodo sudah berakhir, dan Gandalf belum datang juga.

Pagi berikutnya mereka sibuk mengisi sebuah kereta lain dengan sisa muatan. Merry mengawasi, dan pergi bersama Fatty (Fredegar Bolger). "Mesti ada yang berangkat lebih dulu, untuk menyiapkan rumah itu sebelum kau datang," kata Merry. "Nah, sampai ketemu—lusa, kalau kau tidak tidur di jalan!"

    "Cahaya, cahaya Matahari dan Bulan, masih ditakuti dan dibencinya, dan akan begitu selamanya, kukira; tapi dia cerdik. Dia menemukan bahwa dia bisa bersembunyi dari cahaya siang dan cahaya bulan, berjalan cepat dan tak terdengar di larut malam dengan matanya yang dingin dan pucat, dan bisa menangkap makhluk-makhluk kecil yang tidak waspada. Dia semakin kuat dan berani dengan makanan dan udara baru. Dia berhasil masuk ke Mirkwood, sebagaimana bisa did uga."
   "Di sanakah kau bertemu dengannya?" tanya Frodo.
   "Aku melihatnya di sana," jawab Gandalf, "tapi sebelum itu dia sudah mengembara jauh sekali, mengikuti jejak Bilbo. Sulit sekali memperoleh informasi pasti darinya, karena pembicaraannya selalu dipotong oleh makian dan ancaman. 'Ada apa di dalam saku bajunya?' katanya. 'Dia tidak man bilang, heh, Sayang? Penipu kecil. Bukan pertanyaan yang adil. Dia lebih dulu menipu, benar. Dia melanggar aturan. Seharusnya kita mencekiknya, ya, Sayang. Dan kita akan mencekiknya, Sayang!'
   "Itu contoh omongannya. Kurasa kau tidak bakal mau mendengar lebih dari itu. Aku sangat letih mendengarnya. Tapi dari celotehan-celotehan yang dikeluarkannya di antara geramannya, aku menyimpulkan bahwa dia sudah pergi ke Esgaroth, dan bahkan ke jalan-jalan di Dale, mendengarkan diam-diam dan mengintip. Well, berita tentang peristiwa-peristiwa besar menyebar jauh dan luas di Belantara, banyak yang sudah mendengar nama Bilbo dan tahu dari mana asalnya. Kami tidak merahasiakan perjalanan pulang kami ke rumahnya di Barat. Dengan telinganya yang tajam, Gollum akan segera mendapatkan keterangan yang diinginkannya."
   "Kalau begitu, kenapa dia tidak meneruskan mengikuti jejak Bilbo?" tanya Frodo. "Kenapa dia tidak datang ke Shire?"
   "Ah," kata Gandalf, "ini dia. Kukira Gollum berusaha. Dia pergi dan datang ke arah barat, sejauh Sungai Besar. Tapi kemudian dia menyimpang. Aku yakin dia bukannya enggan menempuh jarak jauh. Bukan, ada hal lain yang menariknya pergi. Begitulah menurut teman-temanku, mereka yang memburu Gollum untukku.
   "Para Peri Hutan yang pertama menemukan jejaknya; pekerjaan mudah bagi mereka, karena saat itu jejaknya masih segar. Melalui Mirkwood dan kembali lagi, meski mereka tak pernah berhasil menangkapnya. Hutan penuh dengan berita tentang dia, kisah-kisah mengerikan bahkan di antara para binatang dan burung. Para penghuni hutan mengatakan ada teror baru di luar sana, hantu yang minum darah. Memanjat pohon untuk mencari sarang-sarang; merangkak ke dalam lubang-lubang untuk mencari anak-anak binatang; dia menyelinap melalui jendela-jendela untuk mencari keranjang bayi.
   "Tetapi di perbatasan barat Mirkwood jejaknya menyimpang ke arah lain. Jejaknya mengembara ke arah selatan, keluar dari penglihatan para Peri Hutan, dan lenyap. Lalu aku membuat kesalahan besar. Ya, Frodo, dan bukan yang pertama, meski aku khawatir mungkin akan terbukti sebagai yang paling berat. Aku membiarkannya. Aku membiarkan dia pergi; karena masih banyak hal lain yang harus kupikirkan saat itu, dan aku masih merppercayai pengetahuan Saruman.
   "Yah, itu sudah bertahun-tahun yang lalu. Aku sudah membayarnya sejak itu, dengan banyak hari-hari gelap dan berbahaya. Jejaknya sudah dingin ketika aku mulai mengikutinya lagi, setelah Bilbo pergi dari sini. Dan pencarianku pasti akan sia-sia, kalau bukan karena bantuan seorang sahabat: Aragorn, pengembara dan pemburu terbesar abad ini di dunia. Bersama-sama kami mencari Gollum di seantero Belantara, tanpa harapan, dan tanpa hasil. Tapi akhirnya, ketika aku sudah menghentikan perburuan dan pergi ke wilayah lain, Gollum ditemukan. Sahabatku datang kembali dari bahaya besar, sambil membawa makhluk menyedihkan itu bersamanya.
   "Apa yang sudah dilakukannya, dia tak mau bilang. Dia hanya menangis dan menyebut kami kejam, dengan banyak gollum di tenggorokannya; ketika kami mendesaknya, dia merengek dan membungkuk, dan menggosok tangannya yang panjang, menjilati jemarinya seolah terasa pedih, seakan-akan dia ingat suatu siksaan lama. Tapi aku tak punya keraguan lagi: dia sudah berjalan perlahan-lahan, selangkah demi selangkah, mil demi mil, ke selatan, dan akhirnya tiba di Negeri Mordor."

Keheningan yang terasa menekan menyelimuti ruangan itu. Frodo bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Bahkan di luar segalanya terasa sunyi. Tak terdengar lagi bunyi gunting Sam.
   "Ya, ke Mordor," kata Gandalf. "Aduh! Mordor menarik semua hal yang keji, dan Kekuasaan Gelap mengerahkan kemampuannya untuk mengumpulkan mereka semua di sana. Cincin Musuh juga akan meninggalkan jejaknya, membuatnya terbuka untuk panggilan itu. Dan semua orang berbisik tentang Bayangan baru di Selatan, serta kebenciannya kepada Barat. Di sanalah teman-temannya yang baru, yang akan membantunya membalas dendam!
   "Si tolol yang menyedihkan! Di negeri itu dia belajar terlalu banyak, terlalu banyak hingga membuatnya merasa tak nyaman. Dan cepat atau lambat, saat dia bersembunyi dan mengintai di perbatasan, dia akan tertangkap dan dibawa untuk penyelidikan. Begitulah jalannya, kukira. Ketika ditemukan, dia sudah lama berada di sana, dan sedang dalam perjalanan kembali. Untuk melakukan suatu mat jahat. Tapi itu sudah tidak penting sekarang. Kejahatan paling berat sudah dilakukannya.
   "Ya, sayang sekali! Melalui dia, Musuh jadi tahu bahwa Cincin Utama sudah ditemukan lagi. Dia tahu di mana Isildur jatuh. Dia tahu di mana Gollum menemukan cincinnya. Dia tahu bahwa itulah Cincin Agung, karena dia memberikan umur panjang. Dia tahu itu bukan salah satu dari Tiga Cincin, karena mereka tak pernah hilang, dan mereka tidak tahan terhadap kejahatan. Dia tahu itu bukan salah satu dari Tujuh atau Sembilan cincin lainnya, karena keberadaan mereka diketahui. Dia tahu inilah Cincin Utama. Dan kurasa begitulah akhirnya dia mendengar tentang hobbit dan Shire.
   "Shire-mungkin dia sedang mencarinya sekarang, kecuali kalau dia sudah menemukan letaknya. Bahkan, Frodo, aku cemas kalau-kalau dia sekarang menganggap penting nama Baggins yang semula tidak diperhatikannya."
   "Mengerikan sekali!" seru Frodo. "Jauh lebih mengerikan daripada bayanganku yang paling buruk, setelah mendengar petunjuk dan peringatan-peringatanmu. Oh, Gandalf, sahabatku yang terbaik, apa yang harus kulakukan? Karena sekarang aku benar-benar takut. Apa yang harus kulakukan? Sayang sekali Bilbo tidak menusuk makhluk menjijikkan itu, ketika ada kesempatan!"
   "Sayang? Perasaan Welas Asih-lah yang menahan tangannya. Perasaan Welas Asih dan Pengampunan: untuk tidak memukul bila tak perlu. Dan dia mendapatkan balasan yang pantas, Frodo. Percayalah, dia hanya sedikit menderita oleh kejahatan itu, dan akhirnya dia lolos, karena dia memulai kepemilikannya atas cincin itu dengan Rasa Welas Asih."
   "Aku menyesal," kata Frodo. "Tapi aku ketakutan; dan aku tidak merasa kasihan sedikit pun pada Gollum."
   "Kau belum melihatnya," sela Gandalf.
   "Tidak, dan aku tak ingin," kata Frodo. "Aku tidak mengerti. Apa maksudmu bahwa kau dan kaum Peri membiarkan dia tetap hidup setelah semua tindakannya yang mengerikan itu? Boleh dibilang dia sama jahatnya dengan kaum Orc, dan dia seorang musuh. Dia pantas mati."
   "Pantas mati! Menurutku memang begitu. Banyak yang hidup sepantasnya mail. Dan beberapa yang mati sepantasnya tetap hidup. Apa kau bisa memberikan kehidupan pada mereka? Jadi, jangan terlalu bersemangat memberi penilaian. Karena bahkan kaum Bijak tak bisa tahu semua tujuan akhir. Aku tidak menaruh harapan besar bahwa Gollum bisa disembuhkan sebelum dia mati, tapi kemungkinan itu ada. Dan dia terkait erat dengan nasib Cincin ini. Hatiku mengatakan dia masih akan memainkan peranan, entah untuk kebaikan atau kejahatan, sebelum kisah ini berakhir; dan kalau akhir itu sudah tiba, perasaan welas asih Bilbo mungkin akan menentukan nasib banyak pihak-termasuk nasibmu. Yang jelas, kami tidak membunuh Gollum. Dia sudah sangat tua dan -sangat sengsara. Para Peri Hutan memenjarakannya, tapi mereka memperlakukannya seramah mungkin."
   "Bagaimanapun," kata Frodo, "meski Bilbo tak sampai hati membunuh Gollum, mestinya dia tidak mengambil Cincin itu. Mestinya dia tak pernah menemukan cincin itu, dan mestinya aku tidak memperolehnya! Kenapa kaubiarkan aku menyimpannya? Kenapa kau tidak menyuruhku membuangnya, atau... atau menghancurkannya?"
   "Membiarkanmu? Menyuruhmu?" kata penyihir itu. "Apa kau tidak mendengarkan kata-kataku tadi? Apa yang ada dalam pikiranmu tidak sama dengan apa yang kauucapkan. Tentang masalah membuangnya, itu jelas salah. Cincin-Cincin ini punya cara ampuh untuk ditemukan. Di tangan yang jahat, dia bisa sangat berbahaya. Paling buruk, dia mungkin jatuh ke tangan Musuh. Dan itu akan terjadi; karena ini Cincin Utama, dan Musuh sedang memakai seluruh kekuatannya untuk menemukan Cincin ini-, atau menariknya kepadanya.
   "Memang cincin ini sangat berbahaya bagimu, Frodo; dan itu sangat menyusahkan hatiku. Tapi begitu banyak yang dipertaruhkan, sehingga aku harus mengambil risiko—meski begitu, ketika aku sedang pergi jauh, selalu ada mata-mata yang waspada untuk menjaga Shire ini. Selama kau tidak memakainya, kupikir Cincin ini tidak akan mempunyai pengaruh kuat atas dirimu, tidak untuk kejahatan, setidaknya untuk waktu lama. Dan kau perlu ingat bahwa sembilan tahun yang lalu, ketika terakhir aku melihatmu, aku baru tahu sedikit sekali dengan jelas."
   "Tapi mengapa tidak menghancurkannya? Katamu seharusnya cincin ini sudah lama dihancurkan!" seru Frodo lagi. "Seandainya kau memperingatkanku, atau mengirimkan pesan, aku pasti sudah membuangnya."
   "Betulkah? Bagaimana kau akan melakukan itu? Apa kau sudah pernah mencoba?"
   "Belum. Tapi kupikir kita bisa memukulnya dengan palu, atau meleburnya."
   "Coba saja!" kata Gandalf. "Cobalah sekarang!"

Frodo mengeluarkan lagi Cincin itu dari saku celananya dan memandangnya. Sekarang benda itu tampak polos dan licin, tanpa tanda atau apa pun yang terlihat. Emasnya kelihatan sangat indah dan murni, dan di mata Frodo warnanya begitu kaya dan indah, dan betapa sempurna lingkarannya. Benda mengagumkan yang sangat berharga. Tadi, ketika mengeluarkannya, ia berniat melemparkannya ke dalam bagian api yang paling panas. Tapi sekarang ia sadar bahwa ia tak bisa melakukannya, tidak tanpa perjuangan  HYPERLINK http://berat.la berat. Ia menimbang-nimbang Cincin aku di tangannya, bimbang, dan memaksa dirinya mengingat semua yang diceritakan Gandalf; dengan kemauan keras ia bergerak, seolah hendak melemparkannya—tapi ia menyadari bahwa ia justru memasukkan cincin aku kembali ke sakunya.
   Gandalf tertawa sedih. "Kaulihat? Kau juga sudah tak bisa melepaskannya begitu saja, Frodo, dan tak punya kemauan untuk menghancurkannya. Dan aku tak bisa 'menyuruhmu'—kecuali dengan paksaan, yang akan mematahkan pikiranmu. Tapi untuk mematahkan Cincin itu tidak bisa dengan kekuatan fisik. Sekalipun kau mengambilnya dan memukulnya dengan palu godam, takkan ada cacatnya. Cincin itu tak bisa dirusak oleh tanganmu, maupun tanganku.
   "Apimu yang kecil tentu saja tak bisa melebur emas biasa sekalipun. Cincin ini sudah melewatinya tanpa cedera, bahkan tidak sampai panas. Tapi tak ada bengkel pandai besi di Shire yang bisa mengubahnya. Bahkan landasan dan tungku para Kurcaci pun tak bisa. Konon hanya api naga yang bisa melebur dan melahap Cincin-Cincin Kekuasaan ini, tapi kini sudah tidak ada naga di dunia yang mempunyai api cukup panas; dan belum pernah ada naga, tidak juga Ancalagon si Hitam, yang bisa mencederai Cincin Utama, Cincin Penguasa ini, karena dia dibuat oleh Sauron sendiri.
   "Hanya ada satu cara: menemukan Celah Ajal di kedalaman Orodruin, Gunung Api, dan melemparkan Cincin aku ke dalamnya, kalau benar-benar mau dihancurkan, agar dia berada di luar jangkauan Musuh untuk selamanya."
   "Aku benar-benar ingin menghancurkannya!" seru Frodo. "Atau, yah, menyuruh menghancurkannya. Aku tidak cocok untuk pencarian berbahaya. Seandainya aku tak pernah melihat Cincin ini! Mengapa dia datang padaku? Mengapa aku yang dipilih?"
   "Pertanyaan seperti itu tak bisa dijawab," kata Gandalf. "Kau harus yakin itu bukan karena suatu kelebihan yang tidak dipunyai orang lain: bukan karena kekuatan atau kebijakan, setidaknya. Tapi karena kau sudah dipilih, dan karenanya kau harus menggunakan kekuatan dan kecerdasan yang kaumiliki."
   "Tapi aku hanya punya sedikit sekali dari keduanya! Kau bijaksana dan kuat. Apa kau tidak man mengambil Cincin ini?"
   "Tidak!" sent Gandalf, sambil melompat berdiri. "Dengan kekuatan itu, kekuasaanku bakal terlalu besar dan mengerikan. Dan melalui aku, Cincin itu akan memperoleh kekuatan lebih besar dan lebih mematikan." Mata Gandalf berkilat-kilat dan wajahnya bercahaya, seolah ada api memancar dari dalam dirinya. "Jangan menggodaku! Karena aku tak ingin jadi seperti Penguasa Kegelapan. Walau Cincin itu memasuki hatiku melalui jalan welas asih, welas asih kepada kelemahan dan hasrat kekuatan untuk melakukan kebajikan. Jangan goda aku! Aku tak berani mengambilnya, walau untuk mengamankannya sekalipun; tanpa menggunakannya. Hasrat untuk menggunakannya akan terlalu besar untuk kulawan. Padahal aku membutuhkan seluruh kekuatanku, karena banyak bahaya di depanku."
   Gandalf berjalan ke jendela, menyibakkan tirai-tirai dan penutup Jendela. Cahaya matahari mengalir kembali ke dalam ruangan. Sam melewati jalan setapak di luar sambil bersiul. "Dan kini," kata penyihir itu, berbicara lagi kepada Frodo, "keputusan ada di tanganmu. Tapi aku akan selalu membantumu." Ia meletakkan tangannya di bahu Frodo. "Aku akan membantumu menanggung beban ini, selama dia menjadi bebanmu. Tapi kita harus segera bertindak. Musuh sudah mulai bergerak."

Ada keheningan lama sekali. Gandalf duduk kembali dan mengisap pipanya, seolah termenung. Matanya seakan terpejam, tapi dari bawah kelopak matanya ia memperhatikan Frodo dengan tajam. Frodo terpaku menatap bara api di pendiangan, sampai pemandangan itu memenuhi seluruh pandangannya, dan ia seolah sedang melihat ke dalam sumur api yang  HYPERLINK http://dalam.la dalam. Ia sedang memikirkan Celah Ajal dan kengerian Gunung Api.
   "Well!" kata Gandalf akhirnya. "Apa yang kaupikirkan? Apa kau sudah memutuskan akan berbuat apa?"
   "Belum!" jawab Frodo, tersadar kembali dari kegelapan; dengan kaget ia menyadari bahwa hari belum gelap, dan dari jendela ia bisa melihat kebun yang disinari cahaya matahari. "Atau mungkin, sudah. Sejauh yang kupahami dari ucapanmu, kurasa aku harus menyimpan Cincin ini dan menjaganya, setidaknya untuk sementara, apa pun pengaruhnya padaku."
   "Apa pun pengaruhnya, akan berjalan lambat, lambat ke arah kejahatan, kalau kau menyimpannya dengan niat seperti itu," kata Gandalf.
   "Mudah-mudahan begitu," kata Frodo. "Tapi kuharap kau bisa segera menemukan penjaga lain yang lebih baik. Sementara itu, kelihatannya aku merupakan bahaya, bahaya bagi semua yang hidup di dekatku. Aku tak bisa menyimpan Cincin itu dan tetap tinggal di sini. Seharusnya aku meninggalkan Bag End, meninggalkan Shire, meninggalkan semuanya dan pergi," Frodo mengeluh.
   "Aku ingin menyelamatkan Shire ini, kalau bisa-meski kadang-kadang kupikir penduduknya terlalu bodoh dan menjemukan, dan mungkin bagus juga kalau mereka kena gempa bumi atau diserang naga-naga. Tapi sekarang aku tidak merasa seperti itu. Aku menyadari bahwa selama Shire kutinggal dalam keadaan aman dan nyaman, aku akan merasa lebih senang dalam pengembaraanku: aku tahu bahwa ada pertahanan kuat, meski kakiku tidak menginjak Shire lagi.
   "Tentu saja, kadang-kadang terpikir olehku untuk pergi, tapi kubayangkan kepergianku seperti semacam liburan, serangkaian petualangan seperti pengembaraan Bilbo, atau bahkan lebih bagus, yang berakhir dengan tenteram. Tapi itu akan berarti pengucilan, pelarian dari satu bahaya ke dalam bahaya lainnya, menarik bahaya menguntitku. Dan aku harus pergi sendirian, kalau ingin menyelamatkan Shire. Tapi aku merasa sangat kecil dan terasing, dan yah... putus asa. Musuh sangat kuat dan mengerikan."
   Frodo tidak mengatakannya pada Gandalf, tapi sementara ia berbicara, suatu hasrat besar untuk mengikuti Bilbo menyala dalam hatinya-untuk mengikuti Bilbo, dan bahkan mungkin menemuinya lagi. Hasrat itu begitu kuat, sampai-sampai mengalahkan ketakutannya: hampir saja ia lari keluar saat itu juga, melintasi jalan tanpa mengenakan topi, seperti pernah dilakukan Bilbo di suatu pagi lama berselang.
   "Frodo-ku yang baik!" seru Gandalf. "Hobbit benar-benar makhluk yang mengherankan, seperti sudah kukatakan sebelumnya. Kita bisa belajar segala sesuatu tentang watak dan adat-istiadat mereka dalam sebulan, tapi setelah seratus tahun pun mereka masih bisa memberi kejutan. Aku tidak berharap mendapat jawaban seperti itu, tidak juga darimu. Rupanya Bilbo tidak salah memilih ahli waris, meski dia tidak tahu betapa pentingnya hal ini. Aku khawatir kau benar. Cincin itu tak bisa tetap disembunyikan lebih lama lagi di Shire; demi keselamatanmu sendiri, dan juga yang lain, kau harus pergi dan menanggalkan nama Baggins. Nama itu tidak akan aman untuk dimiliki, di luar Shire atau di wilayah Belantara. Aku akan memberimu nama pengembaraan. Kalau kau pergi, pergilah dengan nama Mr. Underhill.
   "Tapi menurutku kau tidak harus pergi sendirian. Tidak bila kau kenal seseorang yang bisa kaupercayai, yang bersedia menemanimu dan yang mau kaubawa ke dalam bahaya tak dikenal. Tapi hati-hatilah memilih pendamping! Dan hati-hatilah dengan ucapanmu, meski pada sahabat-sahabat terdekat! Musuh mempunyai banyak mata-mata dan banyak cara untuk menguping."
   Mendadak Gandalf berhenti, seolah mendengarkan. Frodo sadar bahwa di dalam maupun.di luar rumah sangat hening. Gandalf merangkak ke salah satu sisi jendela, lalu ia meloncat ke arah kusen dan mengulurkan tangannya yang panjang ke luar, ke bawah. Terdengar pekikan, dan kepala Sam Gamgee muncul ditarik pada sebelah telinganya.
   "Wah, wah, siapa sangka?" kata Gandalf. "Sam Gamgee rupanya? Sedang apa kau di situ?"
   "Aduh, Mr. Gandalf, Sir!" kata Sam. "Tidak! Aku hanya sedang memangkas batas rumput di bawah jendela, sungguh." Ia memungut guntingnya sebagai bukti.
   "Masa!" kata Gandalf keras. "Rasanya sudah cukup lama bunyi guntingmu tidak kedengaran. Sudah berapa lama kau menguping?"
   "Menguping, Sir? Aku tidak paham, maaf. Tidak ada kuping di Bag End, sungguh."
   "Jangan bodoh! Apa yang kaudengar, dan kenapa kau mendengarkan?" Mata Gandalf bersinar-sinar dan alisnya berdiri bagai sikat.
   "Mr. Frodo, Sir!" kuak Sam. "Jangan biarkan dia menyakiti aku, Sir! Jangan biarkan dia mengubahku menjadi sesuatu yang tidak wajar! Ayahku yang tua akan sangat sedih. Aku tidak bermaksud jahat, aku bersumpah, Sir!"
   "Dia tidak akan menyakitimu," kata Frodo, hampir tak bisa menahan tawanya, meski ia sendiri terkejut dan agak heran. "Dia tahu, seperti halnya aku, bahwa kau tidak bermaksud jahat. Tapi segeralah jawab pertanyaannya!"
   "Yah, Sir," kata Sam sambil agak menggigil. "Aku mendengar banyak hal yang tidak kupahami betul, tentang musuh, dan cincin, dan Mr. Bilbo, Sir, dan naga-naga, gunung api, dan... dan kaum Peri, Sir. Aku mendengarkan tanpa sengaja, mudah-mudahan Anda paham. Sungguh, Sir, aku suka sekali dongeng-dongeng semacam itu. Dan '; aku percaya itu, meski apa pun yang dikatakan Ted. Kaum Peri, Sir! Aku sangat ingin melihat mereka. Apa Anda bisa membawaku melihat mereka, Sir, kalau Anda pergi?"
   Mendadak Gandalf tertawa. "Masuklah!" ia berteriak; lalu ia mengulurkan-ulurkan kedua tangannya dan mengangkat Sam yang tercengang, dengan gunting dan pemotong rumputnya sekalian, melalui jendela dan meletakkannya berdiri di lantai. "Membawamu untuk melihat Peri, ya?" katanya, menatap Sam dengan tajam, tapi dengan senyuman bergetar pada wajahnya. "Jadi, kau mendengar Mr. Frodo akan pergi?"
   "Aku dengar, Sir. Itu sebabnya aku tersedak: rupanya Anda mendengar itu. Aku berusaha tidak begitu, Sir, tapi tak sengaja keluar: aku resah sekali."
   "Memang terpaksa, Sam," kata Frodo sedih. Mendadak ia menyadari bahwa kepergiannya dari Shire menyangkut banyak perpisahan menyakitkan, bukan sekadar berpamitan dengan kenyamanan Bag End yang sudah akrab. "Aku terpaksa pergi. Tapi"—dan ia menatap San, dengan tajam—"kalau kau benar-benar peduli padaku, kau akan merahasiakannya. Paham? Kalau tidak, kalau kau membocorkan sedikit saja apa yang kaudengar tadi, kuharap Gandalf mengubahmu menjadi kodok berbintik dan mengisi seluruh kebun dengan ular."
   Sam bertekuk lutut sambil gemetar. "Bangkit, Sam!" kata Gandalf. "Aku sudah memikirkan sesuatu yang lebih baik daripada itu. Sesuatu untuk menutup mulutmu dan menghukummu karena menguping. Kau akan pergi bersama Mr. Frodo!"
   "Aku, Sir!" teriak Sam, melompat-lompat seperti anjing yang diajak jalan-jalan. "Aku pergi melihat Peri dan sebagainya! Hore!" ia berteriak, lalu tangisnya meledak.

BAB 3
TIGA MENJADI ROMBONGAN

"Kau harus pergi diam-diam, dengan segera," kata Gandalf. Sudah dua atau tiga minggu berlalu, dan Frodo masih belum menunjukkan tanda-tanda akan pergi.
   "Aku tahu. Tapi sangat sulit melakukan keduanya," keluhnya. "Kalau aku menghilang seperti Bilbo, kisah itu akan menyebar sangat cepat di seluruh Shire."
   "Tentu saja kau jangan menghilang!" kata Gandalf. "Itu sama sekali tidak baik! Aku tadi bilang segera, bukan dalam sekejap. Kalau kau bisa menemukan cara untuk menyelinap keluar dari Shire tanpa diketahui secara luas, maka bolehlah kau menunda sebentar. Tapi jangan menunda terlalu lama."
   "Bagaimana kalau musim gugur, pada atau setelah Ulang Tahun kami?" tanya Frodo. "Mungkin aku sudah siap saat itu."
   Sejujurnya, Frodo enggan berangkat, setelah tiba saatnya kini. Bag End terasa jauh lebih nyaman daripada yang dirasakannya selama bertahun-tahun ini, dan ia ingin mengecap sebanyak mungkin musim panasnya yang terakhir di Shire. Saat musim gugur datang, ia tahu bahwa sebagian hatinya setidaknya akan lebih siap mengembara, seperti selalu terjadi di musim itu. Bahkan dalam hati ia sudah memutuskan akan pergi pada ulang tahunnya yang kelima puluh: bersamaan dengan ulang tahun Bilbo yang keseratus dua puluh delapan. Rasanya itu hari yang pantas untuk berangkat mengikutinya. Yang utama dalam benak Frodo adalah mengikuti Bilbo; itu satu-satunya yang membuat pikiran untuk meninggalkan Shire bisa  HYPERLINK http://ditanggungnya.la ditanggungnya. Ia berpikir sesedikit mungkin tentang Cincin itu, dan ke mana benda itu akan menuntunnya. Tapi tidak semua pikirannya ia ceritakan pada Gandalf. Sulit menebak apa yang diduga oleh penyihir itu.
   Gandalf memandang Frodo dan tersenyum. "Baiklah," katanya. "Kurasa itu cukup—tapi jangan lebih lama lagi. Aku sudah sangat cemas. Sementara itu, berhati-hatilah, dan jangan sampai membocorkan satu petunjuk pun ke mana kau akan pergi! Dan awasi Sam Gamgee agar dia tidak berbicara. Kalau sampai dia buka mulut, aku benar-benar akan mengubahnya menjadi kodok."
   "Tentang ke mana aku pergi," kata Frodo, "ihl akan sulit dibocorkan, karena aku sendiri belum punya rencana jelas."
   "Jangan bodoh begitu!" kata Gandalf. "Aku bukan memperingatkanmu agar tidak meninggalkan alamat di kantor pos! Tapi kau akan meninggalkan Shire-dan itu sebaiknya tidak diketahui, sampai kau sudah jauh. Dan kau harus pergi, atau setidaknya berangkat, entah ke Utara, Selatan, Barat, atau Timur dan arah itu benar-benar tidak boleh ketahuan."
   "Aku sudah began asyik memikirkan akan meninggalkan Bag End, dan tentang berpamitan, sampai-sampai aku tidak mempertimbangkan arah kepergianku," kata Frodo. "Sebab ke mana aku harus pergi? Dan berdasarkan apa aku harus menentukan arah? Apa yang harus kucari? Bilbo pergi untuk menemukan harta, lalu kembali; tapi aku pergi untuk membuang sebuah harta, dan tidak kembali, sejauh yang bisa kupahami."
   "Tapi kau tidak tahu apa yang bakal terjadi," kata Gandalf. "Begitu pula aku. Mungkin saja tugasmulah untuk menemukan Celah Ajal itu; tapi pencarian itu bisa juga untuk orang lain: aku tidak tahu. Setidaknya kau belum siap untuk jalan panjang itu."
   "Memang belum!" kata Frodo. "Tapi, sementara itu, arah mana yang harus kuambil?"
   "Menuju bahaya; tapi jangan gegabah, maupun terlalu langsung," jawab sang penyihir. "Kalau kau ingin nasihatku, pergilah ke Rivendell. Perjalanan itu tidak akan terlalu berbahaya, meski Jalan ke sana tidak semudah dulu, dan akan semakin buruk pada penghujung tahun."
   "Rivendell!" kata Frodo. "Baiklah: aku akan ke timur, dan aku akan menuju Rivendell. Aku akan membawa Sam untuk melihat para Peri; dia pasti senang sekali." Frodo berbicara dengan ringan, tapi hatinya tiba-tiba tergerak oleh hasrat besar untuk melihat rumah Elrond Halfelven, dan menghirup udara lembah dalam itu, di mana banyak bangsa Peri masih hidup dalam damai.

Suatu senja di musim panas, sebuah berita mengejutkan sampai di Semak Ivy dan Naga Hijau. Raksasa-raksasa dan tanda-tanda lain di Perbatasan Shire dilupakan untuk hal-hal yang lebih penting: Mr. Frodo akan menjual Bag End, bahkan ia sudah menjualnya—pada keluarga Sackville-Baggins!
   "Dengan harga pantas pula," kata beberapa orang. "Dengan harga murah sekali," kata yang lain, "dan itu mungkin sekali kalau pembelinya Mistress Lobelia." (Otho sudah meninggal beberapa tahun yang lalu, pada usia 102 yang matang tapi penuh kekecewaan.)
   Alasan Mr. Frodo menjual Bag End bahkan lebih banyak menimbulkan perdebatan daripada soal harganya. Beberapa memegang —didukung oleh anggukan dan gelagat tersamar dari Mr. Baggins sendiri—bahwa uang Frodo mulai habis: ia akan meninggalkan Hobbiton dan hidup sederhana dengan hasil penjualan rumahnya, di Buckland, di tengah saudara-saudaranya dan keluarga Brandybuck. "Sejauh mungkin dari keluarga Sackville-Baggins," tambah beberapa orang. Tetapi gagasan tentang kekayaan tak terhingga keluarga Baggins dari Bag End sudah begitu berakar, sehingga kebanyakan orang sulit mempercayai hal ini, lebih sulit daripada alasan atau bukan alasan yang bisa ditawarkan khayalan mereka: kebanyakan orang menganggap itu merupakan petunjuk tentang rencana terselubung Gandalf. Meski Gandalf diam-diam saja dan tidak berkeliaran di siang hari, umum sudah tahu bahwa ia sedang "bersembunyi di Bag End". Tapi entah apa pun kaitan kepindahan ini dengan rencana-rencana sihir Gandalf, satu hal sudah jelas: Frodo Baggins akan kembali ke Buckland.
   "Ya, aku akan pindah musim gugur ini," kata Frodo. "Merry Brandybuck sedang mencarikan lubang kecil yang nyaman untukku, atau mungkin sebuah rumah kecil."
   Sebenarnya dengan bantuan Merry ia sudah memilih dan membeli sebuah rumah kecil di Crickhollow, di daerah luar Bucklebury. Pada semua orang, kecuali Sam, ia berpura-pura akan tinggal di sana untuk seterusnya. Keputusan untuk pergi ke timur telah menimbulkan gagasan tersebut; karena Buckland ada di perbatasan timur Shire, dan karena semasa kanak-kanak ia tinggal di sana, tidak akan terlalu mencurigakan seandainya ia mengatakan akan kembali ke sana.

Gandalf tinggal di Shire selama lebih dari dua bulan. Lalu suatu sore, di akhir Juni, segera setelah rencana Frodo diatur, mendadak ia mengumumkan bahwa ia akan pergi lagi pagi berikutnya. "Hanya sebentar, kuharap," katanya. "Tapi aku akan keluar dari perbatasan selatan untuk mencari berita, kalau bisa. Aku sudah terlalu lama memangur.”
   Ia berbicara dengan ringan, tapi menurut Frodo ia kelihatan agak cemas. "Ada sesuatu?" tanyanya.
   "Tidak; tapi aku mendengar sesuatu yang membuatku cemas dan perlu diselidiki. Kalau aku merasa kau perlu segera berangkat, aku akan cepat-cepat kembali, atau setidaknya mengirimkan pesan. Sementara itu, tetaplah pada rencanamu; tapi tingkatkan kewaspadaanmu, terutama dengan Cincin itu. Aku ingin menekankan sekali lagi: jangan gunakan!"'
   Gandalf pergi saat fajar. "Aku akan kembali sewaktu-waktu," katanya. "Paling lambat aku akan kembali untuk pesta perpisahanmu. Kupikir mungkin kau akan membutuhkan aku untuk mendampingimu di Jalan."
   Mulanya Frodo resah sekali, dan sering bertanya dalam hati, apa yang sudah didengar Gandalf; tapi kemudian kegelisahannya mereda, dan cuaca bagus membuat ia lupa sejenak akan kesulitannya. Shire belum pernah mengalami musim panas begitu indah, atau musim gugur yang begitu kaya: pohon-pohon sarat buah-buahan, madu menetes dari sarang lebah, dan tanaman jagung tinggi dan penuh.
   Musim gugur sudah berlangsung lama ketika Frodo mulai cemas lagi tentang Gandalf. September sedang berlalu, dan masih belum ada berita darinya. Hari Ulang Tahun dan kepindahannya semakin dekat, dan Gandalf belum datang juga, atau mengirimkan pesan. Bag End mulai sibuk. Beberapa sahabat Frodo datang untuk tin-gal dan membantunya mengepak barang-barang: ada Fredegar Bolger dan Folco Boffin, dan tentu sahabat-sahabat dekatnya Pippin Took dan Merry Brandybuck. Bersama-sama mereka memporak-porandakan seluruh rumah itu.
   Tanggal 20 September, dua kereta tertutup penuh muatan berangkat ke Buckland, mengantar perabot dan barang-barang yang tidak dijual oleh Frodo, ke rumahnya yang baru. Hari berikutnya Frodo benar-benar cemas, dan terus-menerus menunggu Gandalf. Kamis, pagi hari Ulang tahunnya, merekah dengan jernih dan indah seperti lama berselang, pada pesta besar Bilbo. Gandalf belum juga muncul. Senja hari itu Frodo mengadakan pesta perpisahannya: sederhana sekali, hanya makan malam untuk dirinya sendiri beserta keempat sahabatnya; tapi ia gelisah dan suasana hatinya tidak mendukung. Hatinya sangat susah, karena ia harus segera berpisah dengan sahabat-sahabat  HYPERLINK http://muda-nYa.la muda-nya. Ia bertanya-tanya bagaimana harus memberitahu mereka.
   Namun keempat hobbit muda itu gembira sekali, dan pesta itu segera terasa meriah, meski Gandalf tidak hadir. Ruang makan kosong, hanya ada satu meja dan kursi-kursi, tapi hidangannya lezat, dan ada anggur bagus: anggur Frodo tidak termasuk barang yang dijual pada keluarga Sackville-Baggins.
   "Apa pun yang terjadi dengan sisa barang-barangku, bila keluarga S.-Bs. sudah mencengkeramnya, setidaknya aku sudah menemukan rumah yang bagus untuk ini!" kata Frodo sambil mengosongkan gelasnya. Tetes terakhir Old Winyards.
   Setelah menyanyikan banyak lagu, dan membahas banyak hat yang pernah mereka lakukan bersama, mereka bersulang untuk ulang tahun Bilbo, dan minum demi kesehatannya dan kesehatan Frodo, menurut kebiasaan Frodo. Lalu mereka keluar untuk menghirup udara segar dan melihat bintang-bintang, dan setelah itu pergi tidur. Pesta Frodo sudah berakhir, dan Gandalf belum datang juga.

Pagi berikutnya mereka sibuk mengisi sebuah kereta lain dengan sisa muatan. Merry mengawasi, dan pergi bersama Fatty (Fredegar Bolger). "Mesti ada yang berangkat lebih dulu, untuk menyiapkan rumah itu sebelum kau datang," kata Merry. "Nah, sampai ketemu—lusa, kalau kau tidak tidur di jalan!"


bersambung 

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dan mari kita tunjukan bahwa kita adalah bangsa yg beradab..
Terimakasih