Sabtu, 24 Januari 2015

SEMBILAN PEMBAWA CINCIN (The Fellowship of the Ring) bag.3

Di gerbang Bag End dipasang pengumuman: DILARANG MASUK, KECUALI UNTUK KEPERLUAN PESTA. Bahkan mereka yang ada urusan, atau pura-pura mempunyai Urusan Pesta, jarang diizinkan masuk. Bilbo sibuk sekali: menulis undangan, menandai jawaban, membungkus hadiah, dan membuat beberapa persiapan pribadi. Sejak kedatangan Gandalf, ia tak terlihat lagi.
   Suatu pagi kaum hobbit bangun dan menemukan lapangan luas di sebelah selatan pintu masuk rumah Bilbo tertutup tambang dan tiang untuk tenda dan paviliun. Sebuah gerbang masuk khusus dibuat menembus bendungan yang menuju jalan, dan anak tangga lebar serta gerbang putih dibangun di sana. Ketiga keluarga hobbit di Bagshot Row, yang bersebelahan dengan lapangan itu, sangat tertarik dan dicemburui secara luas. Gaffer Gamgee bahkan berhenti pura-pura bekerja di kebunnya.
   Tenda-tenda mulai berdiri. Ada sebuah paviliun istimewa, begitu besar sampai-sampai pohon yang tumbuh di lapangan itu ada di dalamnya, berdiri dengan bangga di dekat salah satu ujungnya, di kepala meja utama. Lentera-lentera digantung pada dahan-dahannya. Yang lebih menjanjikan lagi (dalam benak hobbit): sebuah dapur terbuka yang luar biasa besar dibangun di pojok utara lapangan. Sederet tukang masak, dari setiap penginapan dan rumah makan sekitarnya, datang untuk ditambahkan kepada kaum kurcaci dan makhluk-makhluk aneh lainnya yang tinggal di Bag End. Kegairahan memuncak.
   Lalu cuaca berubah mendung. Itu terjadi pada hari Rabu sore sebelum pesta. Orang-orang menjadi sangat cemas. Lalu Kamis, 22 September, akhirnya datang juga. Matahari terbit, awan-awan lenyap, bendera-bendera dikibarkan, dan kegembiraan dimulai.
   Bilbo Baggins menyebut acara ini pesta, tapi sebenarnya ini merupakan beragam hiburan yang digabungkan jadi satu. Boleh dikatakan semua orang yang lingual di dekatnya diundang. Beberapa ada yang terlupa tanpa sengaja, tapi karena mereka toll datang juga, maka tidak ada masalah. Banyak orang dari luar Shire juga diundang, bahkan ada beberapa dari luar perbatasan. Bilbo sendiri yang menemui para tamu (dan tambahannya) di gerbang baru berwarna  HYPERLINK http://putih.la putih. Ia memberikan hadiah-hadiah kepada orang-orang yang tak terhitung banyaknya-ada orang-orang yang keluar lewat jalan belakang dan masuk lagi dari gerbang. Kaum hobbit memang biasa memberikan hadiah kepada orang lain di hari ulang tahun mereka. Bukan hadiah mewah biasanya, dan tidak begitu berlebihan seperti pada pesta ini; tapi itu bukan kebiasaan buruk. Sebenarnya di Hobbiton dan Bywater setiap hari adalah ulang tahun seseorang, jadi setiap hobbit di wilayah itu punya kesempatan untuk setidaknya mendapat satu hadiah, sekurang-kurangnya sekali seminggu. Tapi mereka tak pernah bosan.
   Pada kesempatan ini, hadiah-hadiahnya luar biasa bagus. Anak-anak hobbit begitu gembira, sampai hampir lupa makan. Ada macam-macam mainan yang belum pernah mereka lihat, semuanya indah dan beberapa pasti mempunyai daya sihir. Banyak di antaranya sudah dipesan setahun sebelumnya, dan datang dari Glinting dan Dale, buatan asli para kurcaci.
   Setelah setiap tamu disambut dan sudah berada di dalam, mengalirlah lagu-lagu, tarian, musik, permainan, dan tentu saja makanan dan minuman. Ada tiga tahap hidangan resmi: makan siang, minum teh, dan makan malam (atau makan larut malam). Makan siang dan minum tell ditandai terutama oleh berkumpulnya para tamu untuk duduk dan makan bersama. Di luar acara tersebut, orang-orang makan dan minum begitu saja-secara beruntun sejak jam sebelasan hingga jam enam tiga puluh, ketika acara kembang api dimulai.
   Kembang api itu diciptakan oleh Gandalf: bukan hanya dibawa olehnya, tetapi dirancang dan dibuat olehnya; efek-efek khusus, rangkuman potongan, dan formasi roket dinyalakan sendiri olehnya. Tetapi juga banyak petasan, model obor, model lilin kurcaci, ragam air mancur peri, petasan jembalang, dan petasan halilintar. Semuanya istimewa. Kepiawaian Gandalf semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
   Ada roket-roket yang meluncur seperti rangkaian burung gemilang bernyanyi dengan suara lembut. Ada pohon-pohon hijau dengan batang-batang asap gelap: daun-daunnya merekah seperti sumber air yang dalam sekejap tersingkap, dan dahan-dahannya yang berkilauan menjatuhkan kembang gemerlap ke atas para hobbit yang tercengang, lalu menghilang dengan wewangian harum tepat sebelum menyentuh wajah mereka yang menengadah. Ada air mancur kupu-kupu yang terbang dalam kerlap-kerlip kemilau ke dalam pohon-pohon; ada tiang-tiang api berwarna yang naik dan berubah menjadi elang, atau kapal layar, atau sekelompok angsa terbang; ada badai petir merah dan curah hujan kuning; ada belantara tombak perak yang mendadak melompat ke angkasa dengan bunyi teriakan seperti laskar yang berperang, dan jatuh kembali ke dalam air dengan bunyi desis ratusan ular membara. Dan ada kejutan terakhir, sebagai penghormatan kepada Bilbo, dan yang sangat mengejutkan kaum hobbit, seperti telah direncanakan Gandalf. Lampu-lampu padam. Asap tebal naik, membentuk wujud gunung di kejauhan, dan mulai menyala di puncaknya.la puncaknya. Ia memuntahkan nyala api hijau dan merah. Seekor naga merah keemasan terbang keluar dari sana—tidak seukuran sebenarnya, tapi kelihatan sangat hidup: api keluar dari rahangnya, matanya melotot; terdengar raungan, dan ia mendesis tiga kali di alas kerumunan kepala para hobbit. Mereka semua membungkuk, dan banyak yang jatuh tertelungkup. Naga itu berlalu bagai kereta api ekspres, jungkir-balik, lalu meledak di alas Bywater dengan bunyi memekakkan.
   "Itu tanda untuk makan malam!" kata Bilbo. Rasa ngeri dan kecemasan langsung sirna, dan para hobbit yang tiarap meloncat berdiri. Hidangan makan malam istimewa tersedia untuk semuanya; semuanya, kecuali mereka yang khusus diundang untuk pesta makan malam keluarga. Ini berlangsung di paviliun besar di mana terdapat pohon itu. Undangannya terbatas hanya dua belas lusin (angka yang disebut saw Gross oleh para hobbit, meski sebutan itu dianggap tidak sopan untuk menunjuk orang); dan tamunya dipilih dari mereka yang bertalian keluarga dengan Bilbo dan Frodo, ditambah beberapa teman yang bukan keluarga (seperti Gandalf). Banyak hobbit muda termasuk di dalamnya, dan hadir atas izin orangtua mereka; kaum hobbit cukup bijak dalam membiarkan anak-anak mereka bangun sampai malam, terutama bila ada kesempatan mendapat makanan gratis. Membesarkan hobbit-hobbit kecil membutuhkan banyak makanan.
   Banyak anggota keluarga Baggins dan Boffin, juga banyak anggota keluarga Took dan Brandybuck; ada beberapa Grubb (keluarga nenek Bilbo Baggins), dan beberapa Chubb (keluarga kakek Bilbo dari marga Took); dan beberapa dari keluarga Burrows, Bolger, Bracegirdle, Brockhouse, Goodbody, Hornblower, dan Proudfoot. Beberapa di antara mereka hanya kerabat jauh Bilbo, dan beberapa bahkan belum pernah ke Hobbiton, karena mereka tinggal di daerah-daerah terpencil di Shire. Keluarga Sackville-Baggins tidak dilupakan. Otho dan istrinya Lobelia hadir juga. Mereka tidak menyukai Bilbo dan membenci Frodo, tetapi kartu undangannya begitu indah, ditulis dengan tinta emas, sampai mereka merasa tak mampu menolak. Lagi pula, sepupu mereka, Bilbo, sudah bertahun-tahun mengkhususkan diri dalam hal makanan, dan hidangan-hidangannya sudah terkenal lezat.
   Keseratus empat puluh empat tamu itu mengharapkan pesta yang menyenangkan, walau mereka agak takut pada pidato sang man rumah sesudahnya (acara yang tak terelakkan). Ia suka bertele-tele memasukkan bagian yang disebutnya puisi; dan kadang-kadang, setelah minum segelas dua gelas, ia akan menyinggung petualangan tak masuk akal dari perjalanannya yang misterius. Tamu-tamu tidak kecewa: mereka menikmati pesta yang sangat menyenangkan, bahkan hiburan yang sangat memukau: mewah, berlimpah-limpah, beraneka ragam, dan berkepanjangan. Selama minggu-minggu berikutnya, hampir tidak ada sama sekali pembelian makanan di wilayah itu; tapi berhubung hidangan makanan Bilbo sudah menghabiskan persediaan hampir semua toko, gudang bawah tanah, dan gudang-gudang sejauh bermil-mil di sekitarnya, maka hal itu tidak menjadi masalah.
   Setelah pesta (kurang-lebih), menyusullah pidato. Meski begitu, kebanyakan kelompok itu kini sudah bersuasana hati toleran, dalam tahap yang mereka sebut "mengisi pojok-pojok". Mereka meneguk minuman favorit mereka, menggigit makanan lezat kesukaan mereka, dan kecemasan mereka terlupakan. Mereka sudah siap mendengarkan apa pun, dan bersorak-sorai pada setiap akhir kalimat.
   Hadirin yang baik, Bilbo memulai, bangkit berdiri di tempatnya. "Dengar! Dengar! Dengar!" mereka berteriak, dan terus mengulanginya bersamaan, meski tampaknya enggan mengikuti anjuran mereka sendiri. Bilbo meninggalkan tempatnya dan berdiri di atas sebuah kursi, di bawah pohon yang diterangi. Cahaya lentera jatuh di wajahnya yang berseri-seri; kancing-kancing emas berkilauan di rompi sutranya yang bersulam. Mereka semua bisa melihatnya berdiri, melambaikan satu tangan di udara, tangan satunya ada di saku celananya.
   Para Baggins dan Boffin yang budiman, ia mulai lagi, dan para Took dan Brandybuck, dan Grubb, dan Chubb, dan Burrows, dan Hornblower, dan Bolger, Bracegirdle, Goodbody, Brockhouse, dan Proudfoot. "ProudFEET!" teriak seorang hobbit tua dari bagian belakang paviliun. Tentu saja namanya Proudfoot, dan nama itu pas sekali; kakinya besar, berbulu sangat lebat, dan keduanya diangkat di atas meja.
   Proudfoot, ulang Bilbo. Juga keluarga Sackville-Baggins yang baik, yang akhirnya kusambut kembali ke Bag End. Hari ini hari ulang tahunku yang keseratus sebelas; usiaku sebelas puluh satu hari ini! "Hura! Hura! Panjang Umur!" teriak mereka, dan dengan gembira mereka memukul-mukul meja-meja. Bilbo hebat sekali. Inilah jenis pidato yang mereka sukai: pendek dan jelas.
   Kuharap kalian semua bergembira, seperti aku sendiri. Sorak memekakkan. Seruan Ya (dan Tidak). Bunyi berisik terompet, seruling, dan alat musik lainnya terdengar. Seperti sudah diceritakan tadi, banyak sekali anak muda hobbit yang hadir. Ratusan petasan sudah diledakkan. Kebanyakan bertanda DALE; kebanyakan hobbit tidak memahami maksudnya, tapi mereka semua setuju petasannya luar biasa bagus. Petasan-petasan itu berisi alat-alat musik, kecil, tapi buatannya sempurna dan mengeluarkan bunyi-bunyian memukau. Bahkan di salah satu pojok beberapa Took dan Brandybuck muda, yang menyangka Paman Bilbo sudah selesai (karena jelas ia sudah mengucapkan semua yang penting), sekarang membentuk orkes dadakan, dan memulai irama dansa ceria. Master Everard Took dan Miss Melilot Brandybuck naik ke atas meja, dan dengan lonceng di tangan mereka mulai menari Springle-ring: sebuah tarian manis, tetapi agak dahsyat.
   Tetapi Bilbo belum  HYPERLINK http://selesai.la selesai. Ia merebut terompet dari seorang anak muda di dekatnya, dan membunyikannya tiga kali dengan keras. Suara berisik mereda. Aku tidak akan lama, teriak Bilbo. Teriakan riuh dari semuanya. Aku memanggil kalian semua ke sini untuk Tujuan Tertentu. Ada sesuatu dalam caranya mengatakan itu, yang membuat orang-orang terkesan. Keadaan hampir senyap, dan satu-dua kaum Took memasang telinga.
   Bahkan untuk Tiga Tujuan! Pertama, untuk menyampaikan bahwa aku sangat menyayangi kalian semua, dan sebelas puluh satu tahun adalah waktu yang terlalu pendek untuk hidup di antara hobbit-hobbit yang begitu istimewa dan mengagumkan. Ledakan seruan setuju yang hebat.
   Sebagian dari kalian tidak aku kenal sebaik yang kuinginkan, dan aku menyukai kurang dari separuh dari kalian sebesar separuh dari yang pantas kalian peroleh. Ini agak tak terduga dan rumit kedengarannya. Ada bunyi tepuk tangan di sana-sini, tapi kebanyakan dari mereka berusaha memikirkan ucapan Bilbo tadi, dan mereka-reka apakah itu suatu pujian.
   Kedua, untuk merayakan ulang tahunku. Sorak-sorai lagi. Seharusnya kukatakan: ulang tahun KAMI. Karena, tentu saja, ini juga ulang tahun ahli waris dan keponakanku, Frodo. Dia menjadi dewasa dan menerima warisannya hari ini. Beberapa tepuk tangan acuh tak acuh dari kaum tua, dan beberapa teriakan keras "Frodo! Frodo! Frodo yang Baik," dari para pemuda. Keluarga Sackville-Baggins mengerutkan dahi, dan bertanya dalam hati, apa artinya "menerima warisannya".
   Berdua jumlah usia kami seratus empat puluh empat. Jumlah kalian dipilih sesuai dengan angka ini: Satu Gross, kalau aku boleh memakai istilah ini. Tidak ada sorak-sorai. Ini konyol. Kebanyakan tamu, terutama kaum Sackville-Baggins, merasa tersinggung, karena merasa yakin mereka diundang hanya untuk melengkapi jumlah yang dibutuhkan, seperti barang-barang dalam paket. "Satu Gross, yang benar saja! Ungkapan yang kasar."
   Hari ini juga, kalau aku boleh menunjuk pada sejarah kuno, adalah ulang tahun kedatanganku naik tong di Esgaroth di Danau Panjang; meski waktu itu aku tidak ingat bahwa hari itu hari ulang tahunku. Saat itu aku baru lima puluh satu tahun, dan ulang tahun rasanya tidak terlalu penting. Perjamuannya sangat istimewa, meski aku pilek berat saat itu, seingatku, dan hanya bisa mengatakan "Teriba kasih bajak". Sekarang aku mengulanginya dengan benar: Terima kasih banyak atas kedatangan kalian ke pestaku. Para tamu masih tetap diam. Mereka semua cemas sebuah lagu atau puisi akan muncul, dan mereka mulai jemu. Kenapa Bilbo tidak berhenti bicara dan membiarkan mereka minum demi kesehatannya? Tetapi Bilbo tidak menyanyi atau membacakan  puisi.la puisi. Ia diam sejenak.
   Ketiga dan yang terakhir, kata Bilbo, aku ingin memberikan PENGUMUMAN.la PENGUMUMAN. Ia mengucapkan kata terakhir ini begitu keras dan mendadak, sampai semua yang masih mampu, duduk tegak. Aku menyesal harus mengumuhkan bahwa—meski, seperti tadi sudah kukatakan sebelas puluh satu. tahun adalah waktu yang terlalu singkat untuk dilewatkan di tengah kalian—inilah AKHIRnya. Aku akan pergi. Aku akan berangkat SEKARANG. SELAMAT TINGGAL!

Ia melangkah turun dan lenyap. Ada kilatan cahaya yang sangat menyilaukan, dan semua tamu mengedipkan mata. Ketika mereka membuka mata, Bilbo tidak tampak di mana pun. Seratus empat puluh empat hobbit ternganga keheranan, duduk bersandar membisu. Odo Proudfoot tua memindahkan kakinya dari atas meja dan mengentakkannya. Lalu ada keheningan sempurna, sampai tiba-tiba, setelah beberapa tarikan napas dalam, setiap Baggins, Boffin, Took, Brandybuck, Grubb, Chubb, Burrows, Bolger, Bracegirdle, Brockhouse, Goodbody, Hornblower; dan Proudfoot berbicara bersamaan.
   Secara umum disepakati bahwa kelakar itu berselera rendah, dan dibutuhkan lebih banyak makanan dan minuman untuk menyembuhkan para tamu dari perasaan terkejut dan jengkel. "Dia sinting. Aku sudah sering bilang." Mungkin komentar itulah yang paling banyak dilontarkan. Bahkan kaum Took (dengan beberapa pengecualian) menganggap tingkah laku Bilbo tak masuk akal. Untuk sementara, kebanyakan menganggap lenyapnya Bilbo hanya olok-olok konyol.
   Tetapi Rory Brandybuck tua tidak begitu yakin. Baik usia maupun hidangan melimpah tidak membuat ia dan istrinya kabur ingatan, dan ia mengatakan kepada putrinya, Esmeralda, "Ada sesuatu yang mencurigakan di sini, Sayang! Kuduga si Baggins gila itu sudah pergi lagi. Si tolol tua konyol.--Tapi kenapa harus khawatir? Dia tidak membawa bahan makanan bersamanya." Dengan keras ia memanggil Frodo untuk membagikan anggur lagi.
   Frodo satu-satunya yang tidak mengatakan apa pun. Untuk beberapa saat ia duduk di samping kursi Bilbo yang kosong, tidak menghiraukan semua pertanyaan dan  komentar.la komentar. Ia menikmati olok-olok itu, tentu saja, meski ia sudah tahu  sebelumnya.la sebelumnya. Ia sulit menahan diri untuk tidak tertawa melihat kedongkolan tamu-tamu yang terkejut. Tapi sekaligus ia merasa sangat cemas: tiba-tiba ia menyadari bahwa ia sangat menyayangi hobbit tua itu. Kebanyakan tamu meneruskan makanminum dan membahas keanehan Bilbo Baggins, di masa lalu maupun sekarang, tapi keluarga Sackville-Baggins sudah pergi dengan gusar. Frodo tak ingin lagi mengikuti pesta itu.la itu. Ia menyuruh menghidangkan lebih banyak anggur, dan menghabiskan anggur dalam gelasnya demi kesehatan Bilbo, lalu menyelinap keluar dari paviliun.

Sedangkan Bilbo Baggins, sementara mengucapkan pidatonya ia sudah memegang-megang cincin emas di sakunya: cincin ajaib yang sudah bertahun-tahun dirahasiakannya. Saat melangkah turun ia menyelipkan cincin itu di jarinya, dan setelah itu ia tak pernah terlihat lagi oleh satu hobbit pun.
   Ia berjalan cepat kembali ke lubangnya, dan sejenak berdiri sambil tersenyum, mendengarkan bunyi riuh di paviliun dan suasana gembira di bagian-bagian lain di lapangan. Lalu ia masuk. Ia melepaskan pakaian pestanya, melipat dan membungkus rompi sutra bersulamnya dalam kertas tisu, dan menyimpannya. Lalu dengan cepat ia mengenakan beberapa pakaian lama yang kusut, dan mengikatkan sebuah sabuk kulit yang sudah usang di pinggangnya. Di situ ia menggantungkan sebilah pedang pendek dalam sebuah sarung pedang Wit hitam yang lusuh. Dari sebuah laci terkunci, yang berbau bola kamper, ia mengeluarkan sehelai jubah lama dan kerudung. Benda-benda itu disimpan seolah sangat berharga, tapi mereka sudah begitu penuh tambalan dan pudar, sampai warnanya yang asli hampir tidak kelihatan lagi: mungkin saja dulu warnanya hijau tua. Pakaian itu agak kebesaran untuk Bilbo. Kemudian ia masuk ke ruang kerjanya, dan dari lemari besi ia mengeluarkan sebuah bungkusan kain lama, sebuah naskah bersampul kulit, dan sebuah amplop yang besar sekali. Buku dan bungkusan dimasukkannya ke dalam tas berat yang ada di situ, yang sudah hampir penuh. Ke dalam amplop ia menyelipkan cincin emasnya, serta rantainya yang halus, kemudian menutupnya dan mengalamatkannya pada Frodo. Mula-mula ia meletakkannya di atas perapian, tapi mendadak ia mengambilnya dan memasukkannya ke saku celananya. Saat itu pintu terbuka dan Gandalf masuk dengan cepat.
   "Halo!" kata Bilbo. "Aku sudah bertanya-tanya, apakah kau akan datang."
   "Aku senang menjumpaimu dalam keadaan kasat mata," kata penyihir itu, sambil duduk di kursi. "Aku ingin menjumpaimu dan mengungkapkan hal-hal terakhir. Kuduga kau merasa semuanya berjalan lancar dan sesuai rencana?"
   "Ya, memang," kata Bilbo. "Meskipun kilatan cahaya itu mengejutkan sekali: aku saja kaget, apalagi yang lain. Tambahan kecil darimu, kuduga?"
   "Memang. Kau sudah dengan bijak merahasiakan cincin itu selama inn, dan aku merasa perlu memberikan sesuatu yang lain kepada para tamu, sesuatu yang bisa menjelaskan menghilangnya dirimu dengan mendadak."
   "Dan akan merusak olok-olokku. Kau orang tua yang suka ikut campur urusan orang lain," tawa Bilbo, "tapi kuduga kau lebih tahu, seperti biasanya."
   "Memang begitu kalau aku tahu sesuatu. Tapi aku belum terlalu yakin atas masalah ini. Sekarang masalah ini sudah mencapai titik akhirnya. Kau sudah menikmati kelakarmu, membuat cemas atau menyinggung sebagian besar kerabatmu, dan memberikan bahan omongan pada seluruh Shire untuk dibahas selama sembilan hari, atau sembilan puluh sembilan hari mungkin lebih tepat. Apa kau akan melanjutkannya?"
   "Ya. Aku merasa butuh liburan, liburan panjang sekali, seperti sudah kukatakan padamu. Mungkin liburan untuk selamanya: aku tidak memperkirakan akan kembali lagi. Bahkan sebenarnya aku tidak bermaksud untuk kembali, dan aku sudah mengatur semuanya.
   "Aku sudah tua, Gandalf. Mungkin dari luar tidak kelihatan, tapi aku sudah mulai merasakannya jauh di dalam hatiku. Awet muda!" dengus Bilbo. "Bah, aku merasa tipis sekali, seperti terulur, kalau kau mengerti maksudku: seperti mentega yang dioleskan pada terlalu banyak roti. Itu pasti tidak baik. Aku butuh perubahan, atau semacarnnya."
   Gandalf menatapnya dengan aneh dan tajam. "Tidak, memang kelihatannya tidak baik," katanya sambil merenung. "Tidak, bagaimanapun kupikir rencanamu mungkin yang terbaik."
   "Well, bagaimanapun aku sudah mengambil keputusan. Aku ingin melihat gunung-gunung lagi, Gandalf gunung-gunung; lalu menemukan tempat untuk aku bisa beristirahat. Dalam kedamaian dan ketenangan, tanpa banyak keluarga berkeliaran sambil mengorek-ngorek, dan rangkaian tamu terkutuk yang memencet bel. Mungkin aku bisa menemukan tempat untuk menyelesaikan bukuku. Aku sudah memikirkan akhir yang bahagia untuknya: dan dia hidup bahagia sampai akhir hayatnya."
   Gandalf tertawa. "Kuharap begitu. Tapi takkan ada yang membaca buku itu, bagaimanapun akhir kisahnya."
   "Ah, mungkin akan dibaca, di tahun-tahun mendatang. Frodo sudah membaca sebagian, sampai sejauh yang sudah kutulis. Kau akan mengawasi Frodo, bukan?"
   "Ya, akan kulakukanbila perlu kuawasi berlipat ganda sebisa mungkin."
   "Tentu dia akan ikut aku, kalau aku memintanya. Bahkan dia mengusulkannya satu kali, tepat sebelum pesta. Tapi dia sebenarnya belum benar-benar ingin. Aku ingin melihat alam liar lagi sebelum aku mati, dan Gunung-Gunung; tapi Frodo masih mencintai Shire, dengan hutan-hutan, padang rumput, dan sungai-sungai kecilnya. Dia akan lebih nyaman di sini. Aku mewariskan semuanya kepadanya, tentu, kecuali beberapa hal. Kuharap dia bahagia, bila sudah terbiasa sendirian. Sudah saatnya dia menjalani hidupnya sendiri sekarang."
   "Semuanya?" kata Gandalf. "Cincin itu juga? Kau sepakat tentang itu, ingat itu."    "Well, ya, mungkin begitu," kata Bilbo terbata-bata.
   "Di mana cincin itu?"
   "Di dalam amplop, kalau kau man tahu," kata Bilbo tak sabar. "Di sana, di atas perapian. Oh tidak! Ada di sini, di saku bajuku!" ia ragu. "Bukankah aneh rasanya sekarang?" kata Bilbo perlahan kepada dirinya sendiri. "Ya, bagaimanapun, kenapa tidak? Kenapa cincin ini tidak tetap di sini saja?"
   Gandalf menatap Bilbo dengan tajam, ada kilauan di matanya. "Menurutku, Bilbo," katanya tenang, "sebaiknya cincin itu kautinggalkan di sini. Apa kau tidak ingin?"
   "Well, ya dan tidak. Kini, setelah tiba saatnya, aku tak senang berpisah dengannya. Dan aku tidak tahu kenapa aku harus. Kenapa kau ingin aku meninggalkannya?" tanya Bilbo, ada perubahan aneh dalam suaranya. Tajam oleh kecurigaan dan kejengkelan. "Kau selalu mendesakku tentang cincinku, tapi kau tak pernah mempermasalahkan benda-benda lain yang kuperoleh dalam perjalananku."
   "Tidak, tapi aku terpaksa mendesakmu," kata Gandalf. "Aku ingin kebenarannya. Itu penting. Cincin ajaib memang... yah, ajaib; dan mereka langka dan aneh. Secara profesional aku tertarik pada cincinmu, boleh dikatakan begitu; dan aku masih tertarik. Aku ingin tahu di mana cincin itu, kalau kau mengembara lagi. Juga menurutku kau sudah memilikinya cukup lama. Kau tidak membutuhkannya lagi, Bilbo, kecuali kalau aku salah."
   Wajah Bilbo memerah, dalam matanya ada kilatan cahaya amarah. Wajahnya yang ramah berubah keras. "Kenapa tidak?" teriaknya. "Dan apa urusanmu ingin tahu apa yang kulakukan dengan barang-barangku sendiri? Cincin itu milikku. Aku yang menemukannya. Dia datang padaku."
   "Ya, ya," kata Gandalf. "Tapi tidak perlu marah begitu."
   "Kalau aku marah, itu salahmu," kata Bilbo. "Sudah kubilang cincin itu milikku. Milikku. Kesayanganku. Ya, kesayanganku."
   Wajah sang penyihir tetap suram dan penuh perhatian, dan hanya sedikit kilatan dalam matanya menunjukkan bahwa ia kaget, dan bahkan cemas. "Pernah ada yang berkata begitu," kata Gandalf, "tapi bukan kau."
   "Tapi kini aku yang mengatakannya. Dan mengapa tidak? Meski dulu Gollum juga pernah berkata begitu, sekarang cincin ini bukan miliknya, tapi milikku. Dan aku akan menyimpannya, kataku."
   Gandalf  berdiri.la berdiri. Ia berbicara dengan tegas. "Kau bodoh kalau begitu, Bilbo," katanya. "Semakin jelas dengan setiap kata yang kauucapkan. Cincin itu sudah terlalu jauh menguasai dirimu. Lepaskanlah! Lalu kau bisa pergi, dan bebas."
   "Aku akan berbuat sesuka hatiku dan pergi semauku," kata Bilbo keras kepala.
   "Ayo, ayo, hobbit-ku sayang!" kata Gandalf. "Kita sudah lama bersahabat, dan kau berutang padaku. Ayolah! Lakukan seperti yang sudah kaujanjikan: lepaskan!"
   "Well, kalau kau sendiri menginginkan cincinku, katakan saja!" seru Bilbo. "Tapi kau takkan mendapatkannya. Aku tidak akan memberikan barang kesayanganku, camkan itu." Tangan Bilbo mendekati pangkal pedang kecilnya.
   Mata Gandalf berkilauan. "Sebentar lagi giliranku untuk marah," katanya. "Kalau kau mengucapkan itu lagi, aku akan marah. Lalu kau akan melihat Gandalf tanpa jubah." ia maju selangkah ke arah Bilbo, dan tampaknya ia menjadi lebih tinggi dan mengancam; bayangannya memenuhi seluruh ruangan itu.
   Bilbo mundur ke dinding, terengah-engah, tangannya mencengkeram saku celananya. Untuk beberapa saat mereka berdiri berhadapan, dan udara di ruangan itu menggelenyar. Mata Gandalf tetap terarah pada Bilbo. Perlahan tangan Bilbo mengendur, dan ia mulai gemetar.
   "Entah kenapa kau ini,-.Gandalf," kata Bilbo. "Kau belum pernah seperti ini. Apa sih masalahnya? Cincin ini kan milikku. Aku menemukannya, dan Gollum akan membunuhku seandainya aku tidak tetap memegangnya. Aku bukan pencuri, apa pun yang dikatakannya."
   "Aku tidak pernah menyebutmu pencuri," jawab Gandalf. "Dan aku juga bukan pencuri. Aku bukan mencoba merampokmu, tapi membantumu. Kuharap kau mempercayaiku, seperti biasanya." Gandalf membalikkan tubuh, dan bayangan itu lenyap.la lenyap. Ia seolah mengerut kembali menjadi pria tua kelabu, bungkuk dan sedih.
   Bilbo menyapukan tangan ke matanya. "Aku minta maaf," katanya. "Tapi perasaanku aneh sekali. Meski begitu, aku akan lega sekali kalau tidak diganggu oleh cincin itu lagi. Akhir-akhir ini cincin itu memenuhi benakku. Kadang-kadang aku merasa seperti ada mata yang memandangku. Aku selalu ingin memakainya dan menghilang, atau bertanya-tanya apakah dia aman, dan mengeluarkannya agar yakin. Aku mencoba menyimpannya di tempat terkunci, tapi ternyata aku tak bisa tenang kalau dia tidak berada di saku celanaku. Aku tidak tahu kenapa. Dan kelihatannya aku tak bisa mengambil keputusan."
   "Kalau begitu, percayalah padaku," kata Gandalf. "Kau sudah membuat keputusan. Pergilah dan tinggalkan cincin itu. Berhentilah memilikinya. Berikan pada Frodo, dan aku akan mengawasinya."
   Sejenak Bilbo berdiri tegang, tak bisa memutuskan. Akhirnya ia mendesah. "Baiklah," katanya dengan enggan. "Akan kulakukan." Lalu ia angkat bahu dan tersenyum agak sedih. "Bagaimanapun, memang itulah tujuan pesta INI sebenarnya: untuk memberikan banyak hadiah ulang tahun, sekaligus supaya lebih mudah melepaskan cincin itu. Ternyata tetap saja tidak menjadi lebih mudah, tapi akan sayang sekali semua persiapanku. Akan merusak kelakarku."
   "Memang, tujuan utama seluruh kegiatan ini jadi sia-sia," kata Gandalf.
   "Baiklah," kata Bilbo, "cincin akan beralih pada Frodo dengan semua barang lain." ia menarik napas panjang. "Dan sekarang aku benar-benar harus pergi, atau akan ada yang memergoki aku. Aku sudah mengucapkan selamat tinggal, dan aku tidak tahan kalau harus mengulanginya lagi." ia mengangkat tasnya dan beranjak ke pintu.
   "Cincin itu masih ada di saku celanamu," kata Gandalf.
   "Well, memang!" seru Bilbo. "Juga surat wasiatku dan semua dokumen lainnya. Sebaiknya kau mengambilnya dan menyerahkannya untukku. Itu paling aman."
   "Tidak, jangan berikan cincin itu padaku," kata Gandalf. "Letakkan di atas perapian. Akan cukup aman di sana, sampai Frodo datang. Aku akan menunggunya."
   Bilbo mengeluarkan amplopnya. Tapi tepat ketika ia akan meletakkannya di dekat jam, tangannya tersentak ke belakang, dan bungkusan itu jatuh ke lantai. Sebelum Bilbo bisa memungutnya, Gandalf sudah membungkuk dan mengambil amplop itu, lalu meletakkannya di tempatnya. Wajah Bilbo sekejap mengejang penuh kemarahan. Tapi mendadak kemarahannya lenyap dan wajahnya berubah penuh kelegaan dan tawa gembira.
   "Well, sudah beres," kata Bilbo. "Sekarang aku berangkat!"
   Mereka keluar ke lorong. Bilbo memilih tongkat kesukaannya dari tempat penyimpanannya, lalu ia bersiul. Tiga orang kerdil muncul dari ruang-ruang berlainan, di mana mereka sibuk selama ini.
   "Sudah siapkah semuanya?" tanya Bilbo. "Semua sudah dikemas dan diberi label?"
   "Semuanya sudah," jawab mereka.
   "Kalau begitu, mari kita berangkat!" Bilbo keluar dari pintu depan.
   Malam itu cuaca cerah, langit hitam dihiasi bintang-bintang. Bilbo menengadah, menghirup udara luar. "Menyenangkan sekali! Sangat menyenangkan bisa pergi lagi, berada di Jalan dengan para kurcaci! Inilah yang kudambakan selama bertahun-tahun! Selamat tinggal!" kata Bilbo, memandang rumahnya dan membungkuk kepada pintunya. "Selamat tinggal, Gandalf!"
   "Selamat jalan, untuk sementara, Bilbo. Jaga dirimu sendiri! Kau sudah cukup tua, dan mungkin cukup bijaksana."
   "Jaga diri! Aku tak peduli. Kau jangan cemas tentang aku! Belum pernah aku sebahagia sekarang, dan itu sangat besar artinya. Tapi saatnya sudah tiba. Akhirnya aku bisa pergi," tambah Bilbo, lalu dengan suara rendah, seolah hanya kepada dirinya sendiri, ia bernyanyi perlahan dalam kegelapan:

Jalan ini tak ada habisnya
Dari pintu tempat ia bermula.
Terbentang hingga di kejauhan sana,
Mesti kujalani sedapat aku bisa,
Kaki letih tapi kuberjalan juga,
Sampai kudapati jalan yang lebih lega
Di mana ban yak jalur dan urusan bertemu.
Lalu ke mana? Tak tahulah aku

   Bilbo berhenti, diam sejenak. Lalu tanpa sepatah kata lagi ia membalikkan badannya dari lampu-lampu dan suara-suara di lapangan dan tenda, dan diikuti ketiga pendampingnya ia berjalan memutar di kebunnya, berderap menuruni jalan panjang yang curam. Setiba di bawah, ia melompati pagar semak di bagian yang rendah, lalu berjalan ke arah padang rumput, menghilang ke dalam kegelapan malam, bagai desiran angin di tengah rerumputan.
   Untuk beberapa saat Gandalf tetap berdiri di sana, memandang ke dalam kegelapan. "Selamat jalan, Bilbo yang baik—sampai pertemuan kita berikutnya!" katanya perlahan, lalu ia masuk kembali.

Tak lama kemudian Frodo masuk, dan menemukan Gandalf duduk dalam kegelapan, sedang merenung. "Apa dia sudah pergi?" tanya Frodo.
   "Ya," jawab Gandalf, "akhirnya dia pergi."
   "Seandainya saja... maksudku, sampai tadi sore aku masih berharap bahwa ini hanya olok-olok saja," kata Frodo. "Tapi dalam hati aku tahu dia memang berniat pergi. Dia selalu berkelakar tentang hal-hal yang serius. Coba aku kembali lebih awal, biar bisa melihatnya pergi."
   "Kurasa dia lebih suka menyelinap pergi diam-diam," kata Gandalf. "Jangan terlalu cemas. Dia akan baik-baik saja sekarang. Dia meninggalkan bingkisan untukmu. Itu, di sana!"
   Frodo mengambil amplop dari atas perapian, dan melihatnya sekilas, tapi tidak membukanya.
   "Kau akan menemukan surat wasiatnya dan semua dokumen lain, di dalamnya, kukira," kata penyihir itu. "Kini kaulah penguasa Bag End. Dan kau akan menemukan cincin emas juga di dalam amplop itu."
   "Cincin itu!" seru Frodo. "Dia meninggalkannya untukku? Aneh, kenapa? Tapi mungkin cincin itu bisa bermanfaat."
   "Mungkin ya, mungkin tidak," kata Gandalf. "Sebaiknya tidak digunakan, kalau aku jadi kau. Tapi rahasiakan terus, dan simpanlah dengan aman! Sekarang aku mau tidur."

Sebagai tuan rumah Bag End, Frodo merasa wajib berpamitan dengan para tamu, meskipun ia enggan. Selentingan tentang peristiwa-peristiwa ajaib sekarang sudah menyebar di seantero lapangan, tapi Frodo hanya mau mengatakan pasti semuanya akan beres besok pagi. Sekitar tengah malam, kereta-kereta berdatangan menjemput orang-orang penting. Satu demi satu kereta itu bergulir menghilang, penuh penumpang hobbit yang kenyang tapi tak puas. Tukang-tukang kebun yang sudah dipesan berdatangan, dan dengan gerobak dorong memulangkan mereka yang tak sengaja tertinggal.
   Malam berlalu lamban. Matahari terbit. Para hobbit bangun agak lebih siang. Pagi terus merayap. Orang-orang datang dan mulai (atas perintah) membongkar paviliun dan meja-meja serta kursi, sendok-sendok, pisau, botol dan piring, lentera-lentera, serta semak-semak berbunga dalam kotak-kotak, remah-remah dan kertas petasan, kantong-kantong yang terlupakan, sarung tangan dan saputangan, dan hidangan yang tidak termakan (hanya sedikit sekali). Lalu sejumlah orang lain datang (tanpa disuruh): dari keluarga Baggins, Boffin, Bolger, Took, dan tamu-tamu lain yang tinggal di dekat situ. Tengah hari, ketika orang-orang yang sudah kenyang sekalipun telah berkeliaran lagi, ada kerumunan besar di Bag End. tak diundang tapi bukan tak terduga.
   Frodo menunggu di anak tangga, tersenyum, tapi kelihatan agak letih dan cemas.la cemas. Ia menyambut semua pengunjung, tapi tak bisa menyampaikan lebih banyak daripada sebelumnya. Jawabannya atas semua pertanyaan hanya ini, "Mr. Bilbo Baggins sudah pergi; sejauh yang kuketahui, untuk selamanya." Beberapa tamu dipersilakannya masuk, karena Bilbo meninggalkan "pesan" untuk mereka.

barsambung 

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dan mari kita tunjukan bahwa kita adalah bangsa yg beradab..
Terimakasih