Hidup ini selalu dipenuhi dengan romantika rasa yang ada didalamnya. Begitupun dengan
pergantian malam dan siang. Semua itu adalah hal yang mutlak akan selalu ada. Bukan hal yang
lagi menjadi teka-teki, namun sekali lagi semua memiliki warnanya sendiri. Warna yang bisa
membuat semua orang berdecak kagum pada kuasa Ilahi, atau sebaliknya mengutuk kuasa
Tuhan atas hasil karyanya. Seperti warna senja yang kini hadir dengan kemilaunya. Begitu
indah…
Memperoleh kesempurnaan nyatanya tak menjadi jaminan sebuah kebahagiaan. Mungkin
diawal ada kebahagiaan yang sepenuhnya ditawarkan atas nama popularitas, namun semua
itu akan berlalu begitu saja. Tak tersisa. Seperti butiran debu yang beterbangan tertiup
hembusan angin malam.
Nayla mengerti. Malam kenapa selalu muram jika tak ada bintang dan bulan yang menemaninya.
Kau selalu memperbincangkan banyak hal yang sebenarnya tak pernah benar-benar
membuahtku tertarik. Tidak. Bahkan kau selalu terlihat membosankan dibanding bermain
congklak dan bermain pasir ditepi pantai. Kau bisa lebih dari itu. Membuat kepalaku pusing,
mengerutkan kening beberapa kali lipat dari saat vertigo ku kambuh, atau membuatku muntah
dengan lelucon dan kelakarmu yang benar-benar tak lucu dan memuakkan. Tak ada yang
istimewa dari apa yang selalu terjadi antara aku dan kamu. Lebih mengenaskan lagi aku selalu
tak pernah mau melihat wujudmu yang tak lagi bisa membuatku tersenyum.
***
Kecewa, dan itulah yang dirasakan Nayla. Laki-laki dalam foto yang dipegangnya betapa
berubah menjadi sosok yang sangat dia benci.
Malam semakin larut, bulan yang tadi masih bersinar dengan sempurna sudah terlihat kabur
tertutup awan. Jendela kecil yang menjadi sekat antara kamar Nayla dengan langit masih
terbuka. Dinginpun menelusuk seiring angin yang memaksa ingin masuk
Seharian ini lampu didaerah Nayla mati serentak. Tak ada cahaya meski hanya 5 watt, tak
ada air panas yang keluar dari dispenser, dan tak ada pula pergantian chanel tv yang biasa
Nayla lakukan. Semua terkomando menjadi satu. Hening. Gardu pusat terbakar, beberapa sms
pun masuk dari pagi tadi 'kemungkinan listrik akan padam selama lima hari'. Bukan kabar yang
diharapkan tentunya.
Sudah lebih dari dua belas jam Nayla menunggu listrik menyala, menunggu sebuah keajaiban
datang. Menunggu untuk sekedar dapat meminum teh panas, kopi, ataupun susu. Dan yang
lebih penting, agar dia bisa menyalakan keran kamar mandi. Listrik padam itu sama dengan
bersiap-siap untuk tidak mandi. Tidaaaakkk !!!!.Dia tak bisa membayangkan keringat yang
menempel ditubuhnya menjadi hal menjiikkan yang menggagu tidurnya malam ini. semoga tidak.
*
Sahabat Nayla, Rere masih bersamanya, satu jam yang lalu mereka berdua keluar untuk
membeli beberapa botol air mineral ukuran 1,5 liter.
"setidaknya kita bisa menggunakannya sewaktu-waktu kalau kebelet pipis"
"yah, benar-benar menjengkelkan". Nayla tak tahu pasti berapa sentimeter mulutnya
dicondongkan dengan mata mendelik.
"tak ada yang ingin mengalami keadaan seperti ini, ayolah Nayla nikmati saja"
"tentu. Tapi setidaknya tidak hari ini"
Nayla membenamkan dirinya diatas kasur yang sudah dirapihkan sambil memeluk boneka Pooh.
Rasanya kantuk belum juga datang menghampiri. Mencari posisi nyaman saja rasanya sulit.
Gusar. Dan itu berhasil terekam oleh mata Rere.
"memaksakan hati itu tak baik, tapi mencoba untuk membukanya dan menyadari apa yang
sebenarnya kau rasakan adalah keharusan". Seperti menangkap gelagat keresahannya, Rere
mengatakan hal yang cukup membuat Nayla heran. Bunyi HP berderit, tanda sms masuk
Pasti Mas Randi. Dan benar saja.
Mas Ku : Dek, maafkan bila Mas salah. Mas akan berusaha untuk bersikap normal, tak lagi
menghujanimu dengan hal-hal yang tak penting menurutmu…. Mas sayang. Dan mungkin cara
mas terlampau berlebihan.
"sms dari Mas Rendi?".
"ya". Jawabnya singkat.
Ah ,Mas, sandainya saja aku bisa lebih membuka hatiku untukmu. Untuk segala perhatian yang
kau berikan. Atas pertanyaanmu akan keadaanku, sapaanmu di setiap pagi sebangunku dari
tidur, tentang jadwal kuliahku, dan segalanya…
Rasa suntuk Nayla bertambah. Dia letakkan Handphone mungilnya itu dibawah bantal. Dia
hanya perlu waktu. Itu saja.
"sampai kapan kamu akan membiarkannya terus seperti ini?". kedua mata Rere begitu serius
menatapnya tajam. "jangan bersikap layaknya sorang pecundang Nay. Kau hanya perlu
memutuskan. Dan semua selesai".
Nayla merasakan nada yang tak biasa dari ucapan sahabatnya itu. ruangan yang gelap tak
membuatnya lantas kabur menangkap isyarat yang diberikan Rere.
"Re, tak sesederhana itu. Semua begitu rumit untukku"
"kau sendiri yang membuat semuanya begitu. karena kau selalu enggan menyadari itu semua".
Ritme yang begitu teratur, namun membuatnya semakin berpikir keras.
"Nayla Prameswara Cantika Dewi, seorang wanita hebat yang banyak dikagumi orang-orang.
Bukan hanya sekdar cantik, tapi kebijaksanaan, kecerdasan, dan kedermawanannya. Selalu
mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Lalu kemana gelar itu semua? Kau bahkan
gagal untuk bijaksana terhadap kehidupan yang kau miliki Nayla, terhadap cinta yang kau
miliki!!. Jika aku berada dalam posisimu, aku akan menjadi wanita paling bahagia. Membuang
semua ego yang sebenarnya sangat tak penting itu. Menyadari begitu berharganya hal-hal
yang dimiliki saat ini. termasuk cinta Mas Randi!!.
Menjadi wanita paling bahagia? Benarkah? Apakah aku merasakan itu?
Hening. Semua menjadi beku. Atau mungkin sekedar memberikan jeda atas waktu yang terus
berjalan. Bahkan detik jarum jam saja tak bisa diajak untuk kompromi. Lantas?. Sudah sekian
kalinya Rere memberikan Nayla ultimatum atas sikap yang menurutnya hal paling konyol yang
dilakukan oleh seorang wanita yang berusia 22 tahun. Angka genap yang seharusnya cukup
bisa memberikan pengaruh dan menggenapkan pula pemikiranku. Tak ganjil, tak juga timpang.
"Re, aku hanya ingin bersikap seperti halnya apa yang hatiku rasakan. Aku tak bisa jika
harus bersikap seperti sikap Mas Randi kepadaku. Bahkan untuk mengakui bagaimana hatiku
saat ini saja aku tak tahu".
Menghitung, mengeja, dan kembali mengenang satu persatu langkah yang pernah ada
bersama Mas Randi seperti menjadi sebuah keterpaksaan. Dan aku sadar itu. Mungkin aku
memang mengaguminya. Mengagumi sosoknya yang begitu dewasa, cerdas, dan banyak hal
yang para wanita impikan dari seorang laki-laki ada padanya. Tapi semua itu cukup sampai
disitu. Tak lebih. Dan nyatanya itu bukan cinta. Terlalu sempurna? Mungkinkah? Atau apa
memang aku yang mencari lebih dari yang kudapati darinya? Kesempurnaan seperti apa lagi?
Bukan. tak ada yang kurang dari Mas Randi. Semua begitu lengkap. Dan justru itu yang
menjadi masalah bagiku. Beberapa kali aku mencoba membicarakannya pada Rere. Meminta
pendapatnya mengenai apa yang aku rasakan itu. Dan jawabannya selalu "kau munafik Nay,
seorang yang tak normal. Semua wanita selalu ingin diperhatikan, di sayangi, di manja",
Lagi-lagi Nayla hanya bisa diam. Bagaimanup dia memungkiri, nyatanya memang dia tak pernah
bisa. Seutuhnya dia menyayangi Mas Randi. Dan jawaban atas sikapnya selama ini adalah dia
hanya takut terluka.
Ya, aku hanya takut untuk terluka. Lagi…..
Oleh: Serunai Mentari
I
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
pergantian malam dan siang. Semua itu adalah hal yang mutlak akan selalu ada. Bukan hal yang
lagi menjadi teka-teki, namun sekali lagi semua memiliki warnanya sendiri. Warna yang bisa
membuat semua orang berdecak kagum pada kuasa Ilahi, atau sebaliknya mengutuk kuasa
Tuhan atas hasil karyanya. Seperti warna senja yang kini hadir dengan kemilaunya. Begitu
indah…
Memperoleh kesempurnaan nyatanya tak menjadi jaminan sebuah kebahagiaan. Mungkin
diawal ada kebahagiaan yang sepenuhnya ditawarkan atas nama popularitas, namun semua
itu akan berlalu begitu saja. Tak tersisa. Seperti butiran debu yang beterbangan tertiup
hembusan angin malam.
Nayla mengerti. Malam kenapa selalu muram jika tak ada bintang dan bulan yang menemaninya.
Kau selalu memperbincangkan banyak hal yang sebenarnya tak pernah benar-benar
membuahtku tertarik. Tidak. Bahkan kau selalu terlihat membosankan dibanding bermain
congklak dan bermain pasir ditepi pantai. Kau bisa lebih dari itu. Membuat kepalaku pusing,
mengerutkan kening beberapa kali lipat dari saat vertigo ku kambuh, atau membuatku muntah
dengan lelucon dan kelakarmu yang benar-benar tak lucu dan memuakkan. Tak ada yang
istimewa dari apa yang selalu terjadi antara aku dan kamu. Lebih mengenaskan lagi aku selalu
tak pernah mau melihat wujudmu yang tak lagi bisa membuatku tersenyum.
***
Kecewa, dan itulah yang dirasakan Nayla. Laki-laki dalam foto yang dipegangnya betapa
berubah menjadi sosok yang sangat dia benci.
Malam semakin larut, bulan yang tadi masih bersinar dengan sempurna sudah terlihat kabur
tertutup awan. Jendela kecil yang menjadi sekat antara kamar Nayla dengan langit masih
terbuka. Dinginpun menelusuk seiring angin yang memaksa ingin masuk
Seharian ini lampu didaerah Nayla mati serentak. Tak ada cahaya meski hanya 5 watt, tak
ada air panas yang keluar dari dispenser, dan tak ada pula pergantian chanel tv yang biasa
Nayla lakukan. Semua terkomando menjadi satu. Hening. Gardu pusat terbakar, beberapa sms
pun masuk dari pagi tadi 'kemungkinan listrik akan padam selama lima hari'. Bukan kabar yang
diharapkan tentunya.
Sudah lebih dari dua belas jam Nayla menunggu listrik menyala, menunggu sebuah keajaiban
datang. Menunggu untuk sekedar dapat meminum teh panas, kopi, ataupun susu. Dan yang
lebih penting, agar dia bisa menyalakan keran kamar mandi. Listrik padam itu sama dengan
bersiap-siap untuk tidak mandi. Tidaaaakkk !!!!.Dia tak bisa membayangkan keringat yang
menempel ditubuhnya menjadi hal menjiikkan yang menggagu tidurnya malam ini. semoga tidak.
*
Sahabat Nayla, Rere masih bersamanya, satu jam yang lalu mereka berdua keluar untuk
membeli beberapa botol air mineral ukuran 1,5 liter.
"setidaknya kita bisa menggunakannya sewaktu-waktu kalau kebelet pipis"
"yah, benar-benar menjengkelkan". Nayla tak tahu pasti berapa sentimeter mulutnya
dicondongkan dengan mata mendelik.
"tak ada yang ingin mengalami keadaan seperti ini, ayolah Nayla nikmati saja"
"tentu. Tapi setidaknya tidak hari ini"
Nayla membenamkan dirinya diatas kasur yang sudah dirapihkan sambil memeluk boneka Pooh.
Rasanya kantuk belum juga datang menghampiri. Mencari posisi nyaman saja rasanya sulit.
Gusar. Dan itu berhasil terekam oleh mata Rere.
"memaksakan hati itu tak baik, tapi mencoba untuk membukanya dan menyadari apa yang
sebenarnya kau rasakan adalah keharusan". Seperti menangkap gelagat keresahannya, Rere
mengatakan hal yang cukup membuat Nayla heran. Bunyi HP berderit, tanda sms masuk
Pasti Mas Randi. Dan benar saja.
Mas Ku : Dek, maafkan bila Mas salah. Mas akan berusaha untuk bersikap normal, tak lagi
menghujanimu dengan hal-hal yang tak penting menurutmu…. Mas sayang. Dan mungkin cara
mas terlampau berlebihan.
"sms dari Mas Rendi?".
"ya". Jawabnya singkat.
Ah ,Mas, sandainya saja aku bisa lebih membuka hatiku untukmu. Untuk segala perhatian yang
kau berikan. Atas pertanyaanmu akan keadaanku, sapaanmu di setiap pagi sebangunku dari
tidur, tentang jadwal kuliahku, dan segalanya…
Rasa suntuk Nayla bertambah. Dia letakkan Handphone mungilnya itu dibawah bantal. Dia
hanya perlu waktu. Itu saja.
"sampai kapan kamu akan membiarkannya terus seperti ini?". kedua mata Rere begitu serius
menatapnya tajam. "jangan bersikap layaknya sorang pecundang Nay. Kau hanya perlu
memutuskan. Dan semua selesai".
Nayla merasakan nada yang tak biasa dari ucapan sahabatnya itu. ruangan yang gelap tak
membuatnya lantas kabur menangkap isyarat yang diberikan Rere.
"Re, tak sesederhana itu. Semua begitu rumit untukku"
"kau sendiri yang membuat semuanya begitu. karena kau selalu enggan menyadari itu semua".
Ritme yang begitu teratur, namun membuatnya semakin berpikir keras.
"Nayla Prameswara Cantika Dewi, seorang wanita hebat yang banyak dikagumi orang-orang.
Bukan hanya sekdar cantik, tapi kebijaksanaan, kecerdasan, dan kedermawanannya. Selalu
mampu menyelesaikan masalah dengan tuntas. Lalu kemana gelar itu semua? Kau bahkan
gagal untuk bijaksana terhadap kehidupan yang kau miliki Nayla, terhadap cinta yang kau
miliki!!. Jika aku berada dalam posisimu, aku akan menjadi wanita paling bahagia. Membuang
semua ego yang sebenarnya sangat tak penting itu. Menyadari begitu berharganya hal-hal
yang dimiliki saat ini. termasuk cinta Mas Randi!!.
Menjadi wanita paling bahagia? Benarkah? Apakah aku merasakan itu?
Hening. Semua menjadi beku. Atau mungkin sekedar memberikan jeda atas waktu yang terus
berjalan. Bahkan detik jarum jam saja tak bisa diajak untuk kompromi. Lantas?. Sudah sekian
kalinya Rere memberikan Nayla ultimatum atas sikap yang menurutnya hal paling konyol yang
dilakukan oleh seorang wanita yang berusia 22 tahun. Angka genap yang seharusnya cukup
bisa memberikan pengaruh dan menggenapkan pula pemikiranku. Tak ganjil, tak juga timpang.
"Re, aku hanya ingin bersikap seperti halnya apa yang hatiku rasakan. Aku tak bisa jika
harus bersikap seperti sikap Mas Randi kepadaku. Bahkan untuk mengakui bagaimana hatiku
saat ini saja aku tak tahu".
Menghitung, mengeja, dan kembali mengenang satu persatu langkah yang pernah ada
bersama Mas Randi seperti menjadi sebuah keterpaksaan. Dan aku sadar itu. Mungkin aku
memang mengaguminya. Mengagumi sosoknya yang begitu dewasa, cerdas, dan banyak hal
yang para wanita impikan dari seorang laki-laki ada padanya. Tapi semua itu cukup sampai
disitu. Tak lebih. Dan nyatanya itu bukan cinta. Terlalu sempurna? Mungkinkah? Atau apa
memang aku yang mencari lebih dari yang kudapati darinya? Kesempurnaan seperti apa lagi?
Bukan. tak ada yang kurang dari Mas Randi. Semua begitu lengkap. Dan justru itu yang
menjadi masalah bagiku. Beberapa kali aku mencoba membicarakannya pada Rere. Meminta
pendapatnya mengenai apa yang aku rasakan itu. Dan jawabannya selalu "kau munafik Nay,
seorang yang tak normal. Semua wanita selalu ingin diperhatikan, di sayangi, di manja",
Lagi-lagi Nayla hanya bisa diam. Bagaimanup dia memungkiri, nyatanya memang dia tak pernah
bisa. Seutuhnya dia menyayangi Mas Randi. Dan jawaban atas sikapnya selama ini adalah dia
hanya takut terluka.
Ya, aku hanya takut untuk terluka. Lagi…..
Oleh: Serunai Mentari
I
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dan mari kita tunjukan bahwa kita adalah bangsa yg beradab..
Terimakasih