Selasa, 19 Maret 2013

TERIMAKASIH TUHAN

Kesendirianku adalah pilihan ketidak mampuanku. Aku memiliki hati,
aku memiliki orang yang aku cintai, namun ketidak mampuan
meyakinkan kesetianku menghambat aku untuk mencintainya. Aku
tidak menyesali takdirku, aku hanya membeci pilihanku.
Kalian mungkin sudah mengenalku. Yap namaku putra, Seorang
remaja egois yang menikmati hidup semaunya, mempermainkan
wanita hanya demi kepuasan. Hidupku hanya untukku, itulah kata-
kata yang slalu membimbing hari-hariku. Namun sebuah kejadian
mengubah sikapku, aku berubah menjadi seorang lelaki yang hidup
hanya untuk mencari uang. Bukan karena aku matrealistis, tapi lebih
karena untuk menghilangkan kekecewaanku. Kehilangan seseorang
yang dicintai karena ketidak beranianku untuk meyakinkan wanita
itu. Ya, wanita itu menerima pinangan pria lain. Menerima, ketika aku
meminta wanita itu untuk menunggu pinanganku. Meski awalnya
berjanji menunggu, namun akhirnya wanita itu luluh oleh pinangan
pria dari masa lalunya.
Lima tahun sudah berlalu sejak perpisahanku dengan Dinda. Dua
tahun yang lalu aku menyelesaikan kuliahku, dan kini aku membuka
sebuah cafe yang aku dirikan dari uang yang kudapatkan dari
bekerja dulu ditambah uang hasil menjual motor maticku. Tak
disangka usaha yang aku jalani sangat sukses, hanya butuh waktu
kurang dari enam bulan untuk mengganti motor yang lebih dari yang
dulu, kini aku menjadi jutawan muda. Meski jurusan yang aku
tempuh adalah bahasa indonesia, namun ditubuhku sepertinya
mengalir darah pebisnis. Kini akupun sedang berencana membuka
cabang di daerah lain di kota yang sama.
Berkat kesuksesan singkatku kini akupun mulai ditawari untuk
menjadi motivator di berbagai tempat. Bukan hanya mereka yang
mau menjadi pengusaha, namun mereka yang ingin hidup sukses
pun mendengarkan motivasi-motivasi yang aku berikan. Berkat
kesuksesanku itupun mulai banyak wanita cantik yang mendekatiku.
Dari yang sekedar ingin dekat hingga serius untuk menjalani sebuah
hubungan yang mengikat hingga mati. Namun aku tidak bisa
menerima mereka di hatiku, bukan karena aku tahu mereka tertarik
karena kekayaanku. Karena bagiku wanita sudah sewajarnya
menyukai uang. Tapi karena aku masih terjebak dengan semua
kenangan masa laluku. Ya aku masih mencintai dinda, sangat
mencintai. Meski sebenarnya harapanku sepertinya sudah musnah.
Tepat setahun yang lalu aku mendengar dinda sudah menikah
dengan robby. Teman sekelasnya yang hadir ketika aku menjauh.
Perasaanku bercampur aduk waktu itu, disatu sisi aku bahagia
karena dinda telah menemukan kekasih sejatinya, namun disatu sisi
aku sangat menyesali kepergianku.
Kenangan bersama dinda tak lantas membuatku larut dalam
kesedihan, kini aku sudah lebih dewasa. Setiap permasalahan yang
kuhadapi kini hanya kuhadapi dengan senyuman dan rasa bersyukur.
Itu terasa lebih baik daripada ketika dulu aku hadapi dengan
kemurungan.
Hari ini aku dijadwalkan menjadi bintang tamu di sebuah acara
seminar yang dilakukan di sebuah perguruan tinggi negeri di kotaku.
Dengan penuh semangat aku pergi menuju kampus tersebut. Jalanan
cukup padat waktu itu, karena itu masih pagi dan hari senin.
Masyarakat mulai kembali ke list kehidupannya. Akhirnya aku
sampai ketika waktu menunjukkan pukul delapan kurang lima menit.
Karena seminar akan dilaksanakan pukul 8.30. Aku mampir dahulu di
sebuah taman di area kampus tersebut. Udara ditaman itu begitu
sejuk, sesekali aku bisa melihat lembar daun yang berguguran
diterpa angin. Aku tidak sendiri di taman itu, cukup banyak penghuni
kampus yang memanfaatkan taman itu. Dari mulai mengerjakan
tugas, berkumpul bersama teman atau menyimpul rindu dengan
seseorang. Aku mulai teringat masa-masa bersama dinda. Aku sering
menghabiskan waktu senggang bersamanya di taman kampus kami.
Sekedar berbagi cerita, bersenda gurau atau mendengarkan gesekan
biola kesayangannya. Waktu terasa singkat namun sangat berkesan,
aku rindu kamu dinda.
"saya harap motivasi dan kisah masa lalu saya bisa menjadi sebuah
referensi anda mencapai kesuksesan. Karena kesuksesan anda,
andalah yang menentukan bagaimana jalannya. Apa ada yang ingin
bertanya ?" tanyaku memulai sesi pertanyaan.
Beberapa pertanyaan terlontar kemudian dicatat moderator,
semuanya bisa aku jawab dengan pengalamanku. Hingga tiba di satu
pertanyaan yang membuatku membatu dibuatnya.
"kang putra, nama saya riska. Saya punya satu pertanyaan yang
seseorang ingin saya minta untuk menanyakannya. Mengapa anda
menganggap diri anda tidak pantas untuk wanita tersebut. Bukankah
yang berhak menentukan pantas atau tidaknya seseorang hanya
tuhan. Orang lain bahkan anda sendiri tidak berhak menilainya"
Beberapa putaran 360 derajat berlalu dalam diam, hingga akhirnya
moderator membuyarkan diamku. Seketika aku melontarkan sebuah
kalimat.
"aku terlalu mencintaimu untuk menyakitimu"
Kemudian aku kembali dalam diamku, moderator yang mengetahui
ada yang aneh denganku, langsung menutup seminar hari itu. Tanpa
banyak bicara akupun melangkah pergi. Meninggalkan panitia acara
dan sejuta pertanyaan peserta seminar yang bingung dengan
tingkahku.
Keesokan harinya salah seorang panitia tersebut menghubungiku.
Sekedar menanyakan keadaan dan meminta maaf jika ada
pertanyaan yang tak mengenakan. Kemudian dia menanyakan
kesedianku untuk menghadiri seminar kedua minggu depan. Akupun
menyanggupinya.
Seminggu kemudian aku menghadiri seminar di kampus yang sama
kedua kalinya. Namun kali ini tidak ada pertanyaan atau hal apapun
yang mencoba mengusik kenanganku. Pukul sebelas acara tersebut
selesai. Karna aku tidak ada kegiatan lain, aku mencoba mengenang
masa muda dengan bermain di taman kampus tersebut. Sedikit demi
sedikit kenangan masa lalu mulai menyimpul senyum di bibirku.
Perlahan aku terlarut dalam rindu yang menggebu.
"aku terlalu mencintaimu untuk menyakitimu" ucapan seorang
wanita membuyarkan lamunanku.
"eh kamu. maksudnya apa ?" ternyata wanita itu yang bertanya di
seminar tempo hari.
"saya hanya menyampaikan sesuatu yang sering diutarakan dosen
saya"
"dosen kamu ?" aku mulai bertanya siapa ? apakah dinda ? atau
orang lain yang telah membaca bukuku. Karena semua kejadian
yang telah aku alami, aku tuangkan dalam sebuah buku.
"iya"
"siapa ?"
"aku ndut"
Seorang wanita menghampiriku. Mengenakan kemeja putih dipadu
celana panjang warna coklat. Rambut yang kini terurai telah melebihi
buah dadanya. Namun bibir tipis merah muda dan lesung pipi itu
masih sama seperti dulu. Satu-satunya perubahan di wajahnya
hanyalah sebuah kacamata yang berpijak di depan matanya.
"k-kau" terkejut.
"makasih ya riska"
"iya bu. Ditinggal dulu ya"
"iyaa daaah"
Kemudian dia duduk di sampingku. Sesaat kebekuan yang hadir di
malam itu kembali hadir. Bibirku seolah enggan mengomentari
hadirnya. Sesekali aku mencuri potret dirinya untuk kusimpan dalam
memoriku.
"lima tahun" ucapnya memecah keheningan.
"ya ?"
"lima tahuuuuuuuu nduuuuuuuut, tiap malam selama lima tahun
hatiku slalu meluangkan waktu untuk mengingatmu." Ujarnya gemas
sembari mencubit pipiku. Tingkah kekanak-kanakan ternyata masih
hadir di balik penampilan dewasanya.
"eh sakit tau"
"biariiiiin, itu ga seberapa dibanding sakit yang aku rasaiiiiin.
Seenaknya aja ya kamu ninggalin aku gitu aja." Kini ia mulai geram.
"eh iya maaf"
"huh dasar. Kalo mau pergi pamit kek, jangan cuman ninggalin sms
yang isinya kalimat ga penting."
"maaf"
"hm"
Kembali keheningan menghampiri kami, dan kembali ia memecah
keheningan itu.
"kenapa kamu pergi gitu aja ?"
"aku takut ga bisa lepasin kamu"
"ya jangan dilepasin dooong"
"aku takut nyakitin kamu"
"ya jangan nyakitin dong"
"aku.."
"udah iiih ngeles muluuu"
Sedikit demi sedikit bibirnya mulai menggoreskan sebuah senyuman
di wajahnya. Ini, ini wanita yang aku cintai. Aku yakin. Hatiku mulai
mengoceh ke otakku.
"hebat ya sekarang kamu udah sukses. Banyak ya cewe yang
deketin"
"ah percuma banyak yang deketin juga kalo hati aku udah diambil
orang"
"emang siapa yang ngambil ?"
"kamu"
"gombaaaaaaaal iiiiiiih haha. Kamu ga berubah ya, dari dulu tuh
jutek tapi sekalinya ngomong bikin gimanaaaaa gitu hehe"
"masa ah"
"iyaaa haha"
"hei"
"apa ?"
"gimana kabar keluargamu"
"alhamdulillah baik. Dia sekarang udah kelas tiga"
"ha ? cepet banget. Emang umurnya berapa ?"
"sembilan taun"
"ha ? kok bisa ?"
"ya emang sembilan kali. Terakhir kamu ketemu kan empat tahun"
"ha maksudnya ?
"iya tio kan ?"
"tio ? anak kamu namanya tio ?"
"iiih begoooo itu adik akuuuu"
"oh tio hehe. Jadi kau belum punya anak"
"ya belum doooong gila aja aku udah punya anak"
"emang kamu ga pengen punya anak"
"ya pengen atuuuuh. Tapi ga sekarang"
"emang suami kamu ga pengen cepet punya anak ?"
"ha suami ?"
"iya. Kamu udah nikah kan sama robby ?"
"ha ? kata siapa ?"
"aku denger kabar angin. Katanya kamu udah nikah setahun yang
lalu"
"haha dapet berita hoak tuh."
"ha ?"
"aku ga nikah ma dia kali. Pacaran aja engga"
"ha ? bukannya kamu dulu deket sama dia ?"
"iyaaa sekedar deket. Semenjak kamu pergi dia ngedeketin aku.
sempet beberapa kali nembak, tapi akunya gamau."
"kenapa ?"
"ya karna aku sayang kamu begoooooooo iiiiiih" kembali dia
mencubit pipiku.
"ih maaf kan aku gatau"
"makanya jangan ngilang gitu aja, jadi ga update berita aku kan
haha"
"heu dasar kau"
"kamu sendiri, sekarang udah punya pacar, tunangan, nikah, atau
duda haha"
"heu dasar. Aku masih dan slalu sendiri"
"kenapa ?"
"karena kamu"
"kok karena aku ?"
"iya soalnya hati aku kan udah diambil sama kamu"
"yaudah aku kembaliin deh"
"ga usah. Simpan aja"
"nah, trus gimana kalo ada cewe lain yang minta hati kamu"
"ga akan ada cewe lain."
"kok bisa"
"karena aku bakalan abisin sisa hidup aku sama kamu"
"ih emang aku mau ?"
"oh yaudah kalo gamau mah. Aku cari cewe lain yang ga perlu hati
aku"
"iiiiiih"
"kenapa ?"
"jangaaaaaaaan"
"apa ?"
"jangaaaaaaaan iiiiiih"
"apaaan siiiiih"
"jangan cari cewe laiin"
"nanti aku gimana mau punya keturunan"
"kan sama aku"
"katanya ga mau"
"mau deng haha"
"heu dasar"
Seperti dahulu, dia mulai memeluk lenganku. Menyandarkan
kepalanya di bahuku. Cukup lama, cukup lama. Perlahan mentari
mulai pergi dengan angkuh menampilkan keindahannya. Tak lama
malam hadir tanpa di temani rembulan dan bintang yang masih malu
dengan keindahan mentari.
Sejak saat itu, kami mulai merajut kembali hari-hari seperti dahulu.
Aku mulai sering hadir kembali di rumahnya. Sama seperti dahulu,
kehadiranku masih disambut hangat keluarganya terutama tio yang
bisa bertemu aku lagi. Aku yang sudah dianggap kaka laki-lakinya
yang lebih menyenangkan dari dinda kaka perempuannya. Namun
kali ini akupun mulai mengenalkan dinda dengan keluargaku.
Sesuatu yang tidak pernah aku lakukan dulu. Enam bulan sejak
pertemuanku dengannya, akhirnya kami mengikat hubungan kami
berdasarkan agama. Kini aku sudah memiliki lima cabang cafe,
sementara dinda membuka kursus musik. Hari – hariku mulai ia hiasi
dengan senyumnya. Slalu dengan senyumnya. Dan aku harap slalu
dengan senyumnya. Terima kasih tuhan.

Karya Tri Cahyana Nugraha
:)
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan berkomentar dan mari kita tunjukan bahwa kita adalah bangsa yg beradab..
Terimakasih