Lenganmu begitu saja terulur lalu melingkari leherku. Aku terduduk di kursi depan jendela. Celotehmu tak pernah bisa kuhentikan, bahkan dengan ciuman rinduku sekalipun.
"Puriiii….." kutempelkan jari telunjukku di bibirnya yang tipis. "bisakah kau diam barang sebentar? Dengarkan kata kataku…."
Matanya berkerejap indah, aku selalu mengagumi telaga bening di sinar mata itu. Sayunya seakan mengajakku berenang di kedalaman lubuk jiwanya. Puri menggangguk, mantap.
"minggu depan ayahku akan datang kemari. Maukah kau makan malam bersama kami?"
"kau tahu, aku tak pandai berkata kata, apalagi berbasa basi. Sudah lama sekali aku tak bertemu dengan ayah…kita memang sama sama sibuk…" sambungku lagi.
Puri masih menatapku dengan mata jernihnya.
"apakah mas punya rencana lain?" tanyanya hati hati.
"maksudmu?" aku tak bisa menangkap arti dari pertanyaannya barusan.
"aahh…tidak…tidak apa apa" tangannya mengibas ke udara.
Lengannya masih saja melingkar di leherku, tapi kali ini dia mengalihkan wajahku yang mendekat ke arahnya. Aku mengerti, Puri sedang kecewa dengan jawabanku. Ada setitik harapan yang memudar di sinar matanya.
"Puriii…. Ada apa? Hmm…mas lancang ya?" Dia menggeleng.
Tiba tiba saja dia menyembunyikan wajahnya di dadaku. Ada isak tertahan yang coba disembunyikannya dariku.
Kupeluk tubuhnya erat, seolah memberinya kekuatan. Kuelus rambutnya yang hitam, panjang menyentuh punggung. Kuhela nafasku perlahan.
Puri memang perempuan istimewa di mataku. Kasih sayangnya, perhatiannya, kelembutannya sangat menyentuh hatiku. Aku seperti menemukan oase yang hilang dari hidupku, semenjak kematian mama beberapa tahun yang lalu.
Perlahan kudongakkan dagunya, dan kulumat bibirnya yang merekah itu penuh mesra. Kedua matanya terpejam, sesekali tangannya terulur membelai daguku. Kami tenggelam dalam cumbu rayu yang memabukkan.
Hingga kami berpisah, Puri belum mengiyakan permintaanku.
****************
"paaa…papa sayang aku nggak?"
"kenapa kalau sayang?" tanyaku, menggodanya.
"kapan nih aku dikenalkan dengan anak papa?" Puri menggelendot manja di pundakku, seperti biasa kalau sedang punya permintaan padaku.
Kutowel ujung hidungnya yang bangir, senyumnya mengembang, manis sekali.
"sabarlah…minggu depan temani papa makan malam yaa…"
"anakku mau memperkenalkan pacarnya padaku…." Puri memandangiku, matanya berkerejap indah.
"aku akan dandan yang cantik, biar dia setuju aku jadi ibu tirinya…." Katanya manja.
Setelah menghadiahiku ciuman yang panjang, Puri menghilang ke balik pintu apartemennya.
"besok kutelepon kalau……" namun kalimatku tak sempat kuselesaikan, Puri sudah tak mendengarnya lagi.
Dua tahun menjalin kasih dengannya, membuatku maklum akan tingkah lakunya. Dia masih terlalu muda untukku, tapi perhatian dan kasih sayangnya yang tulus kepadaku membuatku mampu melupakan kesedihan hatiku ditinggal Mirna, istri tercintaku menghadapNya.
Rencananya, setelah makan malam, Heru anakku, mengajakku melamar kekasihnya. Jujur, aku merasa tua sekali. Dua tahun terakhir Heru menolak menemuiku sebagai bentuk protesnya padaku.
"papa memang keterlaluan.. aku tak keberatan papa punya pacar lagi, tapi carilah yang sebaya ….." semprotnya ketika ku telepon tahun lalu. Entah dari mana dia mengetahui hal itu.
Sejak saat itu, hubunganku dengan Heru memburuk.
*******************
Aku menggandeng Puri yang malam ini berdandan sangat cantik. Di halaman restoran, kutelepon anakku. Ternyata Heru sudah menunggu di dalam.
Di meja yang telah kupesan, Heru duduk membelakangiku. Dia asyik memencet tombol di hapenya, tak menyadari bila aku sudah berdiri di belakang kursinya.
"kk..kkaa..kkauu…?" Heru terkejut luar biasa. Wajahnya merah padam.
"dia….diaa….dia itu.. ?" Puri tak kalah terkejutnya. Tubuhnya menegang di rangkulanku, air matanya mulai mengalir.
Sekejab kemudian Puri berbalik, lalu berlari menyeberang jalan.
Ciiiiitttt…..bbrrraaaakkkk…
Benturan yang keras terdengar dari jalanan. Aku dan Heru berlari menuju ke arah suara itu.
Heru terlebih dahulu meraih Puri yang terbaring berlumuran darah. Sambil menangis, Heru mengguncang guncang tubuh itu. Aku berdiri mematung.
"itu…itukah ..ay..ayahmu?" lirih suara Puri, nafasnya tersengal sengal.
"ssshhh… sudahlah, jangan banyak bicara dulu…"
"kita…kita ke rumah sakit sekarang…." Heru membujuk Puri.
Perempuan itu menggeleng lemah. Tangannya melambai, memintaku mendekat ke arahnya.
Digenggamnya tanganku, lalu diraihnya tangan Heru, menyatukannya di atas dadanya.
"tolong..tolong ma…maaf…maafkan …ak…aku…"
"selama ini….aku…kau..dan papamu….kita …terlibat….cinta….segitiga…." Puri pun terkulai.
Nafasnya terhenti di udara..
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT
0 komentar:
Posting Komentar
silahkan berkomentar dan mari kita tunjukan bahwa kita adalah bangsa yg beradab..
Terimakasih